Monday, 7 April 2014

Resensi Pendahuluan Bharata-Yuddha

Resensi Pendahuluan Bharata-Yuddha
Kisah dalam ceritera Bharata-Yuddha ini disadur kembali oleh Mpu Seddah, lalu dilanjutkan oleh Mpu Panuluh. Sebelumnya kisah ini berasal dari tanah India. Dengan bahasa yang berbeda dari karya asal. Aslinya berbahasa sanskerta, saat ditulis oleh sang maestro menggunakan bahasa Jawa Kuna. Begitu pula, ada semacam ‘kreasi’ dari sang penulis yaitu adanya nama Jayabhaya dalam kisah Bharata-Yuddha ini. Pun juga, ada angka tahun dalam bentuk candra-sengkala, ialah tahun Saka “sanga kuda çandrama” atau tahun Saka 1079. Dalam konversi masehi menjadi 1157. Raja Jayabhaya adalah raja kerajaan Kediri. Selama zaman Kediri, telah banyak karya sastra Jawa Kuna yang dibuat. Diantara sekian banyaknya, yang terkenal ialah kakawin Ramayana, Arjunna-wiwaha, Bharata-Yuddha, dan Uttara-kanndda.

Menurut pendahuluan ini, R.Ng. Yasadipura telah menyadur kakawin Ramayana dan Bharata-Yuddha dari bahasa Jawa Kuna menjadi Jawa Baru yang masing-masing menjadi Serat Ramayana jarwa dan Bratayuda jarwa. Sedangkan Arjuna-wiwaha atau wiwaha jarwa juga dikenal sebagai Mintaraga oleh Pakubuawana III. Lalu Uttara-kanndda disadur oleh R.Ng Sindusastra dengan judul serat Arjunasasrabau, juga dikenal dengan serat Lokapala. Dengan ini bisa kita ambil kesimpulan yaitu semula memakai aturan syair India kini menjadi syair Indonesia asli yang disebut dengan macapat.

Selain itu, dalam pendahuluan ini juga membahas ilmu siasat perang dalam kakawin Bharata-Yuddha. Jika kita lihat perlawanan bangsa Indonesia melawan para penjajah. Seperti Sultan Hasanuddin, Pangeran Mangkubumi, Pangeran Dipanagara, Perang Padri, Perang Aceh, dan yang lainnya melawan Belanda, siasat perang bangsa kita berhasil mengejutkan pihak lawan. Tidak dapat disangka oleh para penjajah, ternyata pengetahuan bangsa Indonesia mengenai taktik perang lumayan diperhitungkan. Lalu timbul pertanyaan. Dari mana bangsa Indonesia bisa belajar siasat perang yang sebegitu bagusnya ? Disamping adanya faktor untuk mempertahankan tanah air dari serbuan pihak lawan, tentu ada kitab yang membahas tentang siasat perang. Jika dipikirkan lagi, zaman dahulu pasti belum ada lembaga pendidikan yang mengajarkan secara sistematis mengenai taktik berperang. Meski begitu, pengertian perang ditemukan dalam kakawin Arjunna-wiwaha. Kitab ini rupanya menjadi kitab pegangan raja-raja Gupta yang pernah mempersatukan sebagian besar wilayah India.

Pengetahuan tentang perang yang lebih konkret diketemukan dalam kakawin Bharata-Yuddha yang menyebutkan beberapa bentuk susunan tentara, kitab Nitiçastra membicarakan cara memilih panglima perang dan Negarakertagama menguraikan bagaimana raja Hayam Wuruk itu mempertontonkan kepandaian tentaranya yang mendemonstrasikan segala macam ulah perang. Contoh tentang keahlian perang bisa kita ambil dari Pangeran Dipanagara yang sering menggoncangkan pasukan Belanda. Ketika ia sedang dikejar oleh tentara lawan, ia menjeburkan diri ke sungai praga yang sedang pasang airnya. Tetapi ia tahu tempat yang dangkal. Sedang tentara Belanda yang sedang berkuda, tenggelam dalam sungai yang bagian dalam sehingga tidak bisa mengejar lagi sang pangeran.

Satu ilustrasi tentang susunan tentara perang bisa diambil dari kisah perang besar keluarga Kurawa melawan Panddawa. Serangan dari tentara Hastina dalam jumlah yang banyak itu disebutkan dalam pupuh X 17, yang menyatakan satu kereta perang diperkuat 10 ekor gajah, sedang masing-masing gajah diperkuat oleh 10 ekor kuda, dan seekor kuda diperkuat oleh 10 orang prajurit. Massa yang banyak dengan kuda dan gajah itu menjadi bukit yang tangguh. Satu contoh formasi perang dari pendahuluan ini, tentara panddawa yang dipimpin oleh Arjuna mengambil susunan tentara yang disebut ardhacandra wyuha atau susunan tentara berbentuk bulan sabit. Seperti dalam pupuh XXVI 5.

Keterangan: Arjuna (di depan), Kreshnna (sebagai sais kereta perang Arjuna), Yudhishtthira (tengah), Nakula (belakang), Sahadewa (belakang), Yuyutsu (belakang), Satyaki (ujung kiri), Bhima (ujung kanan).
Dari susunan di atas, dapat diketahui, bahwa kecuali Arjuna sebagai panglima dapat menyerbu ke depan dan bisa melindungi Yudhishtthira yang ada di belakangnya. Sedangkan dari belakang kedudukan Yudhishtthira telah dilindungi oleh Nakula, Sahadewa, dan Yuyutsu. Ujung kiri dan kanan dipimpin oleh Satyaki dan Bhima dalam hal ini dapat membantu Arjuna menahan serangan yang dipimpin oleh Karna. Membuat Karna terjebak dan akhirnya dibunuh oleh Arjuna. Selain itu pula Dursasana juga gugur karena dibinasakan oleh Bhima.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa bangsa Indonesia sejak masa lampau telah mengenal ilmu perang dan karena kitab-kitab yang mengajarkan ilmu ini secara sistematis tidak ditemukan. Dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia dengan otaknya yang tajam dapat mengembangkan ilmu perang yang didasarkan ilmu perang dalam kesusasteraan Indonesia Kuno.

Penyebutan raja Jayabhaya dalam kakawin Bharata-Yuddha ini juga mengatakan bahwa sang raja telah mengadakan perang dengan Hemabhupati. Tidak lain dan tidak bukan adalah kakaknya sendiri. Pada akhirnya Jayabhaya berhasil membunuh sang kakak. Ini memang perbuatan jahat. Tetapi kakawin Bharata-Yuddha ini merupakan kesusasteraan ruwat, Jayabhaya yang berbuat salah itu diidentifikasikan dengan Arjuna untuk membenarkan perbuatan membinasakan Hemabhupati. Ialah kakak Jayabhaya yang diasosiasikan dengan orang-orang Kurawa.


Bahwasanya ada sebuah pelajaran moral, ilmu negara, ilmu hukum, ilmu perang, dan sebagainya. Meski hanya tersirat. Pembukaan ini cukup lengkap. Dengan memberikan beberapa contoh konkret berbagai macam siasat dan susunan tentara perang. Juga proses peperangan itu sendiri. Dan tentang penjelasan mengenai raja Jayabhaya di dalam kakawin ini juga telah ada. Setidaknya untuk sebuah pendahuluan, ini bisa dikatakan sangat lengkap meski tidak ada gambar ilustrasi yang memperjelaskannya. Tetapi jika ingin mengetahui secara lebih lengkap lagi, bisa membaca buku ini. Buku ini tentu sangat menarik untuk dibaca dan dipahami.

Catatan kecil ; "Sepertinya ini bukanlah resensi yang bagus."

0 comments:

Post a Comment