Thursday 25 September 2014

Rangkuman Membaca Manuskrip

RANGKUMAN MEMBACA MANUSKRIP

Mata Kuliah Membaca Manuskrip


 



Oleh  :
Henri Firmansah           (C0112022)


PROGRAM STUDI SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

Membaca Manuskrip

Pengertian membaca
            Membaca adalah melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang tertulis itu (Poerwadarminta, 1984: 71). Pendapat lain mengatakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan untuk menangkap pesan dari pengarang kepada pembacanya (Henry Guntur Tarigan, 1979: 7). Lalu ada juga yang mengatakan bahwa berbicara dan membaca ada maksud yang serupa, karena sama-sama berfungsi sebagai pengutaraan atau mengemukakan pendapat dan mengekspresikan pesan (Anderson, 1972: 3). Pada dasarnya membaca adalah proses untuk mengerti isi dari suatu bacaan yang dibacanya.

Aspek-aspek membaca
            Telah dijelaskan bahwa membaca merupakan suatu keterampilan yang meliputi:
1.      Keterampilan yang bersifat mekanis, yang dianggap pemula adalah: pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur kebahasaan, pengenalan hubungan ejaan dan bunyi, dan kecepatan membaca yang dalam taraf lambat.
2.      Keterampilan yang bersifat pemahaman, yang lebih lanjut dari pemula, yaitu meliputi: memahami pengertian sederhana, memahami makna, penilaian, kecepatan membaca yang fleksibel yang maksudnya mudah disesuaikan dengan keadaan (Waridi Hendrosaputra dkk, 1992: 10-11).

Manuskrip
            Berbicara naskah Jawa atau manuskrip Jawa erat kaitannya dengan ilmu filologi. Filologi adalah ilmu yang menyelidiki berbagai peninggalan nenek moyang masa lampau yang tertulis di atas kertas, lontar, dluwang, kulit kayu, nipah, dsb. Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah hanschrift dengan singkatan hs untuk tunggal, dan hss untu jamak, manuscripts dengan singkatan ms untuk tunggal, dan mss untuk jamak. Jadi naskah merupa-kan benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang. Naskah-naskah Nusantara tertulis dalam berbagai tulisan baik yang bersumberkan tulisan dari India Selatan yang merupakan perkem-bangan tulisan pallawa, misalnya tulisan Jawa Kuna, Sunda Kuna Jawa Sundha, Arab, tulisan Arab-Melayu atau tulisan Jawi, tulisan Pegon, tulisan gundhul atau gondhil (tak berambut). Di samping itu juga ada tulisan Romawi.

Membaca teks Jawa
            Untuk mampu membaca dan mengerti artinya, kita harus selalu menyiapkan kamus apabila ada kata-kata sukar atau tidak jelas sama sekali pengertiannya. Hal ini bisa diatasi yaitu mencari arti kata dalam kamus yang sudah ada. Adapun untuk naskah-naskah Jawa, ke-banyakan ditulis dengan menggunakan huruf Jawa. Pemahaman terhadap apa yang terkan-dung dalam bacaan merupakan hal yang pokok dari kegiatan membaca.

Kecermatan membaca manuskrip
            Dalam membaca manuskrip terutama untuk naskah-naskah Jawa sangat diperlukan kecermatan karena huruf Jawa itu sangat silabus sehingga sulit dalam pemenggalannya. Ke-cermatan di dalam membaca manuskrip bertujuan agar ada kemurnian sehingga kita tidak mengadakan kesimpulan atau interpretasi berdasarkan naskah yang patut diragukan keaslian-nya.

Peranan pembaca dalam mengawetkan sastra Jawa
            Dalam membaca kadangkala si pembaca membuat ikhtisar, ringkasan atau rangkuman isi teks dari suatu naskah. Maksud pengemukaan ikhtisar ini untuk memudahkan pembaca atau peminat agar memperoleh gambaran isi teks secara menyeluruh. Dalam ruang lingkup yang luas, naskah-naskah Nusantara terdiri dari berbagai jenis bentuk dan isinya itu merupa-kan sumber utama yang penting bagi pendidikan bahasa, sejarah, agama, peradaban, kebuda-yaan, politik masyarakat Nusantara pada waktu silam. Oleh karena peranan pembaca dalam mengawetkan isi naskah Jawa sangat penting agar kita dapat mengetahui alam pikiran dan pola kehidupan nenek moyang pada masa lampau.

Naskah Jawa
            Di Indonesia bahan naskah untuk karya sastra Jawa Kuna diebutkan semacam papan atau batu bertulis, dan ini diperkirakan hanya sementara (Zoetmulder dalam Kalangwan, 1974). Untuk naskah Jawa dipakai lontar, lalu juga dluwang yaitu kertas dari kulit kayu, naskah Bali dan Lombok memakai lontar, naskah Batak memakai kulit kayu, bambu, dan rotan. Bangsa Eropa pun akhirnya datang dan mengganti dluwang karena dinilai kurang tahan lama. Naskah pada umumnya anonim dan tidak berangka tahun. Prasasti sering menyebut nama penulisnya dan ada kalanya memuat angka tahun yang ditulis dengan angka atau sengkalan.

Kodikologi
            Kodikologi yaitu ilmu kodeks. Kodeks adalah bahan tulisan tangan atau menurut The New Oxford Dictionary (1982) yaitu “manuscript volume, esp of ancient texts”. Jadi gulung-an atau buku tulisan tangan, terutama dari teks-teks klasik. Kodikologi mempelajari seluk-beluk atau semua aspek naskah antara lain bahan naskah dan perkiraan umur naskah. Kodeks hakikatnya berbeda dengan naskah. Kodeks adalah buku yang tersedia untuk umum  yang hampir selalu didahului oleh sebuah naskah.

Pengertian teks
            Teks adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja. Perbedaan antara naskah dan teks akan terjadi jelas apabila terdapat naskah yang muda, tetapi mengandung teks yang tua. Teks terdiri atas isi yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca dan bentuk yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya bahasa dan sebagainya. Ilmu untuk mempelajarinya disebut tekstologi.

Penyalinan
            Rangkaian penurunan yang dilewati oleh suatu teks yang turun-temurun disebut tradisi. Naskah diperbanyak karena orang ingin memiliki sendiri, mungkin karena naskah asli sudah rusak, atau kekhawatiran terjadi sesuatu pada naskah asli. Mungkin pula naskah disalin dengan tujuan magis ialah dengan menyalin suatu naskah tertentu orang merasa mendapatkan kekuatan magis dari yang disalin itu.

Permasalahan saat membaca naskah
            Naskah pada umumnya tidak menyebutkan waktu penulisannya. Maka umur naskah hanya dapat dirunut dengan cara membaca keterangan dari dalam dan keterangan dari luar naskah itu sendiri. Bisa pula penulis membuat catatan pada akhir teks yang disebut kolofon. Apabila kolofon tidak ada, di naskah terkadang terdapat cap air (watermark). Dengan demikian, dapat diketahui tahun berapa kertas itu dibuat. Biasanya umur naskah tidak berbe-da jauh dari umur kertas. Karena naskah biasanya selalu disalin, maka akhirnya terdapat banyak naskah dengan judul yang sama. Kandungannya menunjukkan variasi yang sesuai dengan sambutan penyalin, bahkan judul pun ada kalanya diubah. Apakah dalam hal ini hanya judul saja yang diubah, teks yang terdapat di dalamnya juga diubah, maka perlu pene-litian lebih lanjut. Ketidaksamaan dalam berbagai teks, bisa disengaja atau tidak karena penyalinan, menimbulkan usaha memurnikan teks. Para filolog melalui kritik teks berusaha mengembalikan teks ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh penciptanya.

Permasalah ejaan dalam membaca manuskrip
            Penulisan aksara Jawa yang disambung tiap kata (scriptio continua), sedangkan penu-lisan aksara Latin yang dengan pemutusan kata, sehingga dalam penyajian edisi teks sering terjadi kesalahan penulisan, terutama pada masalah ejaan. Meskipun hanya ejaan, ternyata berdampak serius karena bisa mengubah makna teks. Apabila teks tersebut dimaksudkan se-bagai data, maka data yang salah tersebut jika dianalisis dengan pendekatan teori yang bagai-manapun akan menghasilkan simpulan yang bias. Sejak tahun 1926 sebenarnya telah disusun pedoman penulisan bahasa Jawa dengan aksara Jawa dengan judul Wewaton Panyeratipun Tembung Jawi Mawi Sastra Jawi Dalasan Angka. Di samping itu telah disusun Pathokan Bab Panulise Basa Jawi Nganggo Sastra Latin. Pedoman ini dirumuskan dan diputuskan pada Putusan Parepatan Komisi Kasusatran Ing Sriwedari Surakarta dan diterbitkan tahun 1926. Pedoman ini samping sekarang dikenal dengan sebutan Ejaan Sriwedari.

Terampil membaca manuskrip Jawa
a.                  Judul naskah
Sebagian besar naskah yang relatif kuna tidak mempunyai judul secara eksplisit, dalam arti judul itu hanya tersirat. Terkadang ada juga yang hilang. Judul naskah biasanya tersurat pada kalimat pertama, bagian permulaan atau halaman pertama teks. Namun kadang-kadang juga tersurat atau tersirat pada akhir teks.

b.                  Nomor naskah
Naskah-naskah yang tersimpan di perpustakaan atau museum diberi nomor, dan no-mor itu dicantumkan juga dalam katalog naskah. Naskah-naskah koleksi pribadi biasanya tidak diberi nomor. Cara penomoran naskah antara satu perpus dengan yang lain biasanya tidak sama.

c.                   Tempat penyimpanan naskah
Pada umumnya naskah-naskah disimpan di perpustakaan, museum-museum yang menyimpan naskah yang tersebar di Indonesia, kolektor naskah yang umumnya ada-lah koleksi pribadi.

d.                  Asal naskah
Yang dimaksud asal naskah adalah dari mana naskah itu berasal, baik naskah yang tersimpan sebagai koleksi umum di perpustakaan maupun sebagai milik atau koleksi pribadi (Emuch Hermansoemantri, 1986: 11-15).

e.                   Keadaan naskah
Yang dimaksud keadaan naskah adalah keadaan wujud fisik naskah itu. Naskah yang dikategorikan utuh adalah naskah yang keadaannya sempurna yaitu lengkap dalam arti tidak ada lembaran yang hilang atau rusak. Sedangkan yang dikategorikan tidak utuh yaitu naskah yang keadaannya tidak sempurna, tidak lengkap atau rusak. Ada lembaran yang hilang.

f.                   Ukuran naskah
Ukuran naskah ada dua macam. Pertama yaitu ukuran lembaran naskah. Ukuran pan-jang dan lebar naskah. Kedua yaitu ukuran ruang tulisan atau teks. Ukuran panjang dan lebar teks pada suatu lembar atau halaman naskah.

g.                  Tebal naskah
Yang dimaksud tebal naskah adalah jumlah halaman atau lembaran naskah yang beri-si teks atau yang ditulisi, sekalipun hanya satu baris atau satu kata saja.

h.                  Jumlah baris per halaman
Yaitu jumlah atau banyaknya baris atau larik teks pada setiap naskah. Banyak sedikit-nya jumlah baris tiap halaman naskah ini berpautan dengan besar kecilnya ukuran naskah, demikian sebaliknya. Yang dimaksud baris pada naskah yaitu deretan huruf-huruf yang tertulis sejajar dengan arah ke lebarnya atau ke panjangnya lembaran naskah.

i.                    Huruf, aksara, tulisan
Hal yang perlu dideskripsikan mengenai tulisan, huruf, atau aksara menyangkut, jenis atau macam tulisan, ukuran huruf atau aksara, bentuk huruf, keadaan tulisan, jarak antar huruf, bekas pena, warna tinta, dan pemakaian tanda baca.

j.                    Cara penulisan
Pemakaian lebaran naskah biasanya ditulis dengan dua model, yaitu penulisan satu muka dan bolak-balik. Sebagian besar naskah Nusantara ditulis dengan cara bolak-balik agar menghemat bahan. Kadang teks ditulis sejajar dengan lembaran naskah. Atau ditulis arah ke panjangnya. Kadang ada juga naskah yang teksnya pada lembaran tertentu ditulis memutar menyerupai spiral. Selain itu teks juga ditulis dengan bentuk-bentuk tertentu yang mungkin merupakan simbol.

k.                  Bahan naskah
Yang dimaksud bahan naskah adalah sesuatu barang yang dipakai untuk menuliskan teks, catatan-catatan, dan karangan. Bahan untuk naskah Nusantara biasanya lontar, bambu, dluwang, dan kertas.

l.                    Bahasa naskah
Naskah-naskah Nusantara ditulis dalam berbagai bahasa, baik yang pernah hidup pada kurun waktu tertentu maupun yang hidup dalam pemakaian bahasa ketika penulis ada. Bahasa Jawa sendiri dibagi menjadi tiga yaitu bahasa Jawa Kuna, Jawa Pertengahan, dan Jawa Baru atau klasik.

m.                Bentuk teks
Pada naskah-naskah Nusantara terdapat tiga bentuk teks, yaitu prosa, puisi, dan prosa berirama atau bisa disebut prosa liris. Naskah-naskah Nusantara tergolong karya sastra hampir seluruhnya tergubah dalam bentuk puisi. Oleh karena itu, secara kualita-tif, teks-teks yang bercorak puitik jumlahnya jauh melebihi teks-teks prosa.

n.                  Umur naskah
Naskah-naskah Nusantara biasanya tidak menyebutkan waktu penulisan atau penya-linannya. Dengan demikian umur naskah dapat ditelusuri dengan berlandaskan kete-rangan dalam dan keterangan dari luar. Jika waktu penulisan atau penyalinan naskah tidak diketahui secara pasti, biasanya umur naskah diklasifikasikan menjadi dua go-longan, yaitu tua dan muda.

o.                  Pengarang/penyalin
Identitas pengarang atau nama pengarang/penyalin sekalipun naskah itu anonim, kita harus bisa mencari siapa nama pengarangnya, kapan dibuat bisa berdasarkan ciri-ciri tulisan, ciri-ciri bahasa, ciri-ciri bahan, isi naskah, dan sebagainya. Informasi yang berkaitan dengan diri pengarang sangat berguna dalam mengungkapkan hal-hal yang gelap yang sulit dipahami dalam karyanya. Bagaimana kehidupannya, biografinya, pendidikan pengarang perlu diketahui sebagai sarana untuk membuka tabir dalam rangka pemahaman hasil karya sastranya.

p.                  Asal-usul naskah
Untuk mengetahui asal-usul naskah bisa dibaca di katalog naskah, atau lewat pemilik naskah. Memuat catatan kecil dengan mengadakan wawancara kepada pemilik nas-kah, pustakawan dan sebagainya. Apabila kesulitan mencari naskah tersebut termasuk ke dalam bagian mana, dari mana naskah itu berasal, maka dapat dibantu dengan membaca katalog naskah.

q.                  Fungsi sosial naskah
Dalam kurun waktu tertentu, naskah mempunyai arti, fungsi, manfaat atau kegunaan dalam hidup dan kehidupan masyarakat pencipta naskah dan sekaligus masyarakat pemilik naskah itu. Apabila benar demikian, dapat dinyatakan bahwa sastra sebagai suatu yang aktif dan berfungsi dalam masyarakat, baik dengan maksud untuk pendidi-kan, upacara maupun untuk maksud hiburan.

r.                   Ikhtisar teks
Dalam membaca perlu membuat ikhtisar, ringkasan atau rangkuman isi teks dari suatu naskah. Maksud pengemukaan ikhtisar ini untuk memudahkan pembaca atau peminat agar memperoleh gambaran isi teks secara menyeluruh. Hal-hal yang perlu diperhati-kan dalam menyusun ikhtisar yaitu rangkuman ditulis dalam bahasa yang sesuai dengan bahasa yang dipakai untuk edisi. Ikhtisar hendaknya singkat dan padat, tetapi data mencangkup keseluruhan isi teks. Bagian ikhtisar merupakan gagasan, episode, atau hal-hal yang dianggap penting, misalnya peristiwa, nama tokoh, nama tempat dengan menjelaskan nomor halaman atau bagian-bagian penting yang terdapat di dalam naskah (Emuch Hermansoemantri, 1986:119).

0 comments:

Post a Comment