Tuesday 11 March 2014

Artikel KODIKOLOGI dan Komentarnya

KODIKOLOGI


Hakikat Kodikologi
Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk Kodikologi, atau biasa disebut ilmu pernaskahan bertujuan mengetahui segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek di luar isi kandungan naskah tentunya.
Kodikologi adalah satu bidang ilmu yang biasanya bekerja sama dengan bidang ilmu filologi. Jika filologi mengkhususkan pada pemahaman isi teks/kandungan teks, kodikologi khusus membahas seluk-beluk dan segala aspek sejarah naskah. Dari bahan naskah, tempat penulisan, perkiraan penulis naskah, jenis dan asal kertas, bentuk dan asal cap kertas, jenis tulisan, gambar/ilustrasi, hiasan/illuminasi, dan lain-lain. Nah, tugas kodikologi selanjutnya adalah mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, meneliti tempat-tempat naskah sebenarnya, menyusun katalog, menyusun daftar katalog naskah, menyusuri perdagangan naskah, sampai pada penggunaan naskah-naskah itu.
Naskah adalah semua dokumen tertulis yang ditulis tangan, dibedakan dari dokumen cetakan atau perbanyakannya dengan cara lain. Kata ‘naskah’ diambil dari bahasa Arab nuskhatum yang berarti sebuah potongan kertas.
Teks adalah Data yang terdiri dari karakter-karakter yang menyatakan kata-kata atau lambang-lambang untuk berkomunikasi oleh manusia dalam bentuk tulisan. Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama.

Kodikologi dan Ilmu Pernaskahan
Kodikologi meliputi :
1)                  Sejarah naskah
2)                  Sejarah koleksi naskah
3)                  Penelitian mengenai tempat naskah yg sebenarnya.
4)                  Masalah penyusunan katalog.
5)                  Daftar katalog

Aspek Internal Naskah:

1)                  Bahan naskah
2)                  Umur naskah
3)                  Tempat penulisan
4)                  Penulisan naskah
5)                  Keadaan naskah
6)                  Pengguna naskah
7)                  Kronologis sejarah naskah
8)                  Sejarah naskah


Umur Naskah:
1)                  Codicesmanu scripti (buku-buku yg ditulis dengan tangan).
2)                  Manu – manus – tangan.
3)                  Scripti – scriptus – scribere – menulis.
4)                  Handshripten (Belanda) – handshrift (Jerman) – manusrit – naskah.
5)                  Umur naskah dapat dilacak melalui dua bukti: (i) interne evidentie;| (ii) externe evidentie.
6)                  Externe evidentie → katalogus: MS/ HS untuk naskah tunggal, MSS/ HSS untuk naskah jamak.

Berdasarkan Kolofon:
1)                  Berdasarkan Kolofon
2)                  Berdasarkan Bentuk/ macam tulisan naskah
3)                  Berdasarkan Bahasa naskah
4)                  Berdasarkan Isi (peristiwa) yg termaksud dalam naskah
5)                  Berdasarkan Bahan naskah
6)                  Berdasarkan Water mark
7)                  Berdasarkan Catatan dalam naskah
8)                  Berdasarkan Katalog

Asal Mula Kepemilikan Naskah:
Informasi mengenai asal mula naskah menjadi milik perpustakaan atau museum dapat memberikan penanggalan tentatif. Informasi seperti ini termuat dalam katalog, yaitu kapan naskah itu diterima atau sejak kapan naskah itu menjadi milik perpustakaan atau museum, berasal dari siapa naskah itu, mengapa atau dengan cara bagaimana perpustakaan atau museum itu memiliki naskah tersebut.

Katalog/ katalogus:


1)                  Tahun
2)                  Judul
3)                  Point naskah
4)                  Ketebalan
5)                  Pengarang
6)                  Penerbit


Iluminasi dan Ilustrasi dalam Kodikologi
Dalam artikelnya yang berjudul ”Iluminasi Naskhah-naskhah Minangkabau”, Zuriati menjelaskan bahwa pada awalnya istilah iluminasi digunakan dalam penyepuhan emas pada beberapa halaman naskah untuk memperoleh keindahan dan biasanya ditempatkan sebagai hiasan atau gambar muka (frontispiece) naskah. Dalam perkembangannya, istilah iluminasi ini dapat dipakai dalam pengertian yang luas untuk menunjukkan perlengkapan dekoratif apa saja yang, biasanya, berhubungan dengan warna-warna atau pigmen metalik dan didesain untuk mempertinggi nilai penampilan naskah, meliputi, antara lain bingkai teks yang dihias, penanda ayat, penanda juz, dan tanda kepala surat pada Alquran. Jadi, pada dasarnya, iluminasi adalah hiasan-hiasan yang terdapat pada naskah yang, terutama, berfungsi untuk memperindah penampilan naskah. Di samping iluminasi, istilah ilustrasi muncul kemudian untuk merujuk hiasan yang selain berfungsi untuk memperindah naskah, juga mendukung atau menjelaskan teks. Dalam studi naskah-naskah Eropa, kedua istilah tersebut sering dipakai secara bergantian. Akan tetapi, kedua istilah itu selalu digunakan secara berbeda dalam studi naskah-naskah Islam. Meskipun demikian, beberapa penelitian membuktikan bahwa iluminasi dan ilustrasi tidak selalu dapat dibedakan karena perbedaan fungsinya tersebut (2010: 1-2).
Secara lebih sederhana, Mulyadi (1994: 69) menjelaskan bahwa ragam hias yang terdapat pada sebuah naskah dapat dibedakan menjadi: iluminasi, yakni hiasan bingkai yang biasanya terdapat pada halaman awal dan mungkin juga pada halaman akhir; dan ilustrasi, yaitu hiasan yang mendukung teks.

Iluminasi
Naskah-naskah tua Nusantara tersebar di seluruh wilayah Indonesia, sebagian besar ditulis dalam bahasa daerah yaitu: Melayu, Sunda, Jawa, Bali, Batak, Lampung, Bugis, Makasar, Madura dll. Sedangkan huruf/aksara yang dipakai adalah aksara daerah yaitu huruf Batak, Lampung, Rencong, Bugis, Makasar, Jawa Kuno, Sunda Kuno, Bali, Arab Jawa/Jawi dan Arab Pegon/Melayu. Sebagian lainnya dalam huruf Palawa. Perlu diingat bahwa naskah-naskah Nusantara itu sebagian besar tidak bergambar (ilustrasi), hanya sebagian kecil saja yang memuat ilustrasi dan iluminasi. Dari sebagian naskah yang bergambar itulah terlihat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki tradisi visualisasi yang unik dan memesona (Damayanti dan Suadi, 2009).
Sebagai salah satu wilayah kajian kodikologi, pembahasan mengenai iluminasi pada naskah-naskah Nusantara baru muncul pada pertengahan abad ke-20 ketika Coster-Wijsman (1952) menjelaskan sedikit tentang ilustrasi pada naskah Jawa, dalam cerita Pandji Djajakusuma. Hingga kini, sejumlah tulisan hasil penelitian terhadap naskah-naskah beriluminasi, terutama naskah Jawa dan Melayu telah diterbitkan. Hal-hal penting yang patut dicatat adalah bahwa iluminasi tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga menunjukkan ciri-ciri kedaerahan tempat naskah-naskah itu berasal dan merupakan tanda-tanda yang bermakna (Zuriati, 2010: 2).
Berdasarkan penelitian, iluminasi dalam naskah lebih banyak ditemukan pada surat-surat para raja masa lalu dalam korespondensi dengan pihak kolonial Belanda, yang kemudian dikenal dengan istilah Golden Letters. Walau tentunya ditemukan juga dalam beberapa naskah lain, misalnya hikayat, namun dalam jumlah yang tidak banyak (Mulyadi , 1994: 71-72). Dalam pembuatannya, iluminasi banyak menggunakan warna-warna mencolok, antara lain kuning, hijau, biru, merah, oranye, coklat, ungu dan campuran warna.
Hiasan berbentuk bingkai berhias ini, umumnya terdapat pada beberapa halaman di awal naskah dan di beberapa halaman pada akhir naskah. Jarang sekali, hiasan bingkai berhias tersebut ditemukan atau terletak di halaman-halaman pertengahan naskah. Pada satu sisi hal itu memperjelas, bahwa iluminasi atau hiasan bingkai tersebut berguna untuk memikat atau menimbulkan daya tarik pembacanya. Sekaligus, hiasan bingkai berhias tersebut menambah nilai (seni) naskah tersebut. Setidaknya, pembaca akan mengawali bacaannya dengan rasa senang, dengan daya tarik dan nilai (seni) yang baik, dan akan mengakhiri pula bacaannya dengan tetap mempertahankan rasa senang itu. 
Di sisi lain, posisi yang biasa ditempati oleh hiasan bingkai tersebut menunjukkan pula, bahwa menghiasi atau membingkai teks itu bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, melainkan suatu pekerjaan yang juga memerlukan suatu keterampilan, khususnya keterampilan menggambar. Hiasan atau gambar yang sangat sederhana sekalipun dikerjakan dengan penuh perhitungan dan kehati-hatian, sehingga tampilan bingkai tersebut menjadi indah dan menarik serta tampak proporsional. Hiasan bingkai yang dikerjakan secara sederhana atau dengan teknik yang tinggi, tentu saja, akan membedakan kualitas gambar atau kualitas iluminasinya (Zuriati, 2010: 7-8).

Ilustrasi
Berdasarkan definisinya, ilustrasi merupakan unsur pendukung teks. Damayanti dan Suadi (2009) menjabarkan nilai, latar belakang dan fungsi ilustrasi, sebagai berikut:
a.                  Ilustrasi pada naskah memiliki metoda tertentu yang mengandung sejumlah nilai, norma, aturan dan falsafah hidup sebagai manifestasi dari perwujudan daya cipta masyarakat.
b.                  Wujud visualnya merupakan representasi dari nilai-nilai dan aturan-aturan tertentu yang terkait dengan proses penciptaan suatu produk seni rupa tradisi.
c.                   Ilustrasi pada naskah mempunyai fungsi sosial sebagai media komunikasi yang terkait dengan sistem nilai, pranata sosial dan budaya pada masanya bahkan masih dijadikan pedoman masyakat Nusantara hingga sekarang.
d.                  Faktor-faktor enkulturasi, akulturasi, sinkretisme, asimilasi yang disebabkan oleh persilangan budaya asing turut memberikan ciri-ciri khusus terhadap wujud visual gambar Ilustrasi pada naskah nusantara, baik dilihat dari persamaannya maupun perbedaannya. Mengingat posisi  strategis negara Indonesia yang terletak diantara dua benua dan menjadi tempat persinggahan antar bangsa yang menyebabkan terjadinya proses silang budaya dan globalisasi sejak berabad-abad. Naskah Nusantara adalah gambaran transformasi dalam budaya baca tulis dan seni rupa.
e.                   Ilustrasi pada naskah nusantara memuat nilai-nilai spiritualitas yang mencerminkan masyarakatnya adalah masyarakat beragama yang memiliki keyakinan tentang ketuhanan.
f.                   Dalam perkembangannya, gaya ilustrasi dalam naskah di nusantara mengalami banyak penyesuaian dengan kondisi yang ada saat itu. Gaya ini terus berevolusi sejak masa Hindu, Islam hingga masa kolonial Belanda.
g.                  Keberadaan iluminasi dan ilustrasi pada naskah nusantara membuktikan adanya cita rasa seni yang tinggi yang dimiliki oleh nenek moyang bangsa ini. Aneka fungsi dan nilai sosial dari setiap iluminasi dan ilustrasi yang terlihat dalam naskah-naskah tersebut menunjukkan kualitas peradaban yang pernah dimiliki oleh nusantara.


DAFTAR PUSTAKA

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada
(diakses pada 16 September 2012)
Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. 1991. Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok:
Fakultas Sastra Universitas  Indonesia.
(diakses pada 7 Maret 2014)

Rangkuman Artikel Kodikologi
Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Selanjutnya istilah ini semakin populer dipakai untuk kodikologi, bertujuan mengetahui segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek di luar isi kandungan naskah tentunya.
Kodikologi adalah satu bidang ilmu yang bekerja sama dengan filologi. Lalu kodikologi bertujuan mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, meneliti tempat-tempat naskah sebenarnya, menyusun katalog, menyusun daftar katalog naskah, menyusuri perdagangan naskah, sampai pada penggunaan naskah-naskah itu.

Kodikologi dan Ilmu Pernaskahan
Kodikologi meliputi :
-Sejarah naskah
-Sejarah koleksi naskah
-Penelitian mengenai tempat naskah yg sebenarnya.
-Masalah penyusunan katalog.
-Daftar katalog

Asal Mula Kepemilikan Naskah
Informasi mengenai asal mula naskah menjadi milik perpustakaan atau museum dapat memberikan penanggalan tentatif. Informasi seperti ini termuat dalam katalog, yaitu kapan naskah itu diterima atau sejak kapan naskah itu menjadi milik perpustakaan atau museum, berasal dari siapa naskah itu, mengapa atau dengan cara bagaimana perpustakaan atau museum itu memiliki naskah tersebut.

Iluminasi dan Ilustrasi dalam Kodikologi
Pada awalnya istilah iluminasi digunakan ketika penyepuhan emas pada halaman-halaman untuk diperolehnya keindahan sebagai hiasan naskah. Selanjutnya istilah iluminasi ini diperluas pengertiaannya yaitu perlengkapan dekoratif untuk mempertinggi nilai penampilan naskah. Jadi intinya, iluminasi adalah hiasan-hiasan yang terdapat pada naskah, lalu istilah ilustrasi muncul untuk hiasan yang berfungsi lebih dari iluminasi. Yaitu untuk mendukung dan memperjelas teks.

Iluminasi
            Sebagai salah satu wilayah kajian kodikologi, pembahasan iluminasi pada naskah Nusantara baru muncul pada pertengahan abad ke-20 ketika Coster Wijsman (1952) menjelaskan sedikit tenang ilustrasi pada naskah Jawa. Hal yang perlu dicatat di sini adalah iluminasi bukan hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga menunjukkan ciri-ciri daerah asal naskah tersebut. Hiasan berbentuk bingkai ini, kebanyakan terdapat di halaman awal dan akhir naskah. Hiasan bingkai ini jarang ditemukan pada tengah halaman naskah. Lalu hiasan bingkai juga menambah nilai seni. Jika ada pembaca yang melihatnya, diharapkan dengan adanya hiasan bernilai seni ini, bisa membuat pembaca merasa senang, dan daya tarik untuk membaca konten naskah sampai akhir juga dengan rasa senang. Di sisi lain. Perlu diketahui bahwa untuk membuat iluminasi ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Jelas harus memiliki suatu keterampilan, khususnya menggambar. Hiasan bingkai yang dikerjakan secara sederhana atau dengan teknik tinggi, tentu akan membedakan kualitas seninya.

Ilustrasi
            Berdasarkan definisinya, ilustrasi merupakan unsur penjelas teks. Damayanti dan Suadi (2009) menjabarkan nilai latar belakang dan fungsi ilustrasi sebagai berikut :
-Ilustrasi pada naskah biasanya mengandung nilai, norma, dan falsafah hidup dari perwujudan dengan daya cipta masyarakat.
-Dikarenakan posisi strategis Nusantara, yaitu jalur persinggahan dan perdagangan dunia, maka terjadilah proses silang budaya sejak berabad-abad yang mempengaruhi budaya bangsa ini.
-Keberadaan iluminasi dan ilustrasi pada naskah menujukkan bahwa adanya cita rasa seni yang tinggi telah dimiliki nenek moyang kita. Aneka fungsi dan nilai sosial dari setiap iluminasi dan ilustrasi yang ada pada naskah membuktikan kualitas peradaban yang dimiliki oleh Nusantara.

Komentar Mengenai Artikel Kodikologi Di Atas
1.      Mengenai pengertian mendasar tentang kodikologi memang sudah cukup bisa dimengerti. Tetapi ada beberapa kata-kata yang belum ada penjelasan dan penjabarannya. Seperti aspek internal naskah, yaitu Bahan naskah, umur naskah, tempat penulisan, penulisan naskah dan lain-lain. Lalu pengertian tentang Codicesmanu scripti (buku-buku yg ditulis dengan tangan), Manu – manus – tangan, Scripti – scriptus – scribere – menulis, Handshripten (Belanda) – handshrift (Jerman) – manusrit – naskah, Umur naskah dapat dilacak melalui dua bukti: (i) interne evidentie;| (ii) externe evidentie, Externe evidentie → katalogus: MS/ HS untuk naskah tunggal, MSS/ HSS untuk naskah jamak. Seharusnya ditambahi penjelasan agar pembaca artikel tidak kebingungan dengan istilah-istilah tersebut.
2.      Selain pengertian dan penjabaran mengenai istilah-istilah di atas, artikel ini juga belum memberikan contoh konkret naskah berupa gambar. Agar bisa mendukung tulisan artikel itu. Seperti gambar iluminasi dan ilustrasi pada naskah-naskah Jawa, Sunda, Melayu. Lalu gambar naskah pada zaman Hindu Budha dan Islam. Agar pembaca naskah benar-benar mengetahui perbedaan gambar atau hiasan seperti yang ditulis oleh penulis artikel ini.
3.      Mengenai penjabaran tentang iluminasi dan ilustrasi sudah lumayan lengkap. Dengan beberapa penjelasan yang lebih dari satu, membuat artikel ini lumayan untuk menjadi referensi. Meskipun jika saja ada tambahan lagi. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh generasi selanjutnya untuk melanjutkan penelitian tentang ilustrasi dan iluminasi pada naskah. Kalau ada sudut pandang lain yang belum sempat ditulis oleh penulis naskah ini.
4.      Seperti yang terlihat pada daftar pustaka, sepertinya referensinya hanya beberapa buku dan satu dari website. Untuk membuat artikel yang bagus biasanya membutuhkan banyak sekali referensi. Saya pribadi merasa sumber infonya kurang. Bukan untuk memperbanyak daftar pustaka, tetapi realitasnya adalah semakin banyak membaca referensi, maka artikel pun bisa semakin menarik dan semakin lengkap.

5.      Di dalam penulisan artikel, penggunaan EYD memang harus diperhatikan. Misalkan saja penulisan kata-kata asing non-Indonesia. seharusnya ditulis miring atau dalam tanda kutip. Ada banyak sekali istilah asing yang belum sesuai dengan EYD. Sebuah artikel juga wajib memperhatikan unsur ejaan. Agar menjadi sebuah karya ilmiah yang benar dan bagus tentunya.

0 comments:

Post a Comment