KODIKOLOGI
Hakikat Kodikologi
Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’
(bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati
Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan
hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu
berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai
untuk Kodikologi, atau biasa disebut ilmu pernaskahan bertujuan mengetahui
segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek di luar
isi kandungan naskah tentunya.
Kodikologi adalah satu bidang ilmu yang biasanya bekerja
sama dengan bidang ilmu filologi. Jika filologi mengkhususkan pada pemahaman
isi teks/kandungan teks, kodikologi khusus membahas seluk-beluk dan segala
aspek sejarah naskah. Dari bahan naskah, tempat penulisan, perkiraan penulis
naskah, jenis dan asal kertas, bentuk dan asal cap kertas, jenis tulisan,
gambar/ilustrasi, hiasan/illuminasi, dan lain-lain. Nah, tugas kodikologi
selanjutnya adalah mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, meneliti
tempat-tempat naskah sebenarnya, menyusun katalog, menyusun daftar katalog
naskah, menyusuri perdagangan naskah, sampai pada penggunaan naskah-naskah itu.
Naskah adalah semua dokumen tertulis yang ditulis tangan,
dibedakan dari dokumen cetakan atau perbanyakannya dengan cara lain. Kata
‘naskah’ diambil dari bahasa Arab nuskhatum yang berarti sebuah potongan
kertas.
Teks adalah Data yang terdiri dari karakter-karakter yang
menyatakan kata-kata atau lambang-lambang untuk berkomunikasi oleh manusia
dalam bentuk tulisan. Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama.
Kodikologi dan Ilmu
Pernaskahan
Kodikologi meliputi :
1)
Sejarah
naskah
2)
Sejarah
koleksi naskah
3)
Penelitian
mengenai tempat naskah yg sebenarnya.
4)
Masalah
penyusunan katalog.
5)
Daftar
katalog
Aspek Internal Naskah:
1)
Bahan
naskah
2)
Umur
naskah
3)
Tempat
penulisan
4)
Penulisan
naskah
5)
Keadaan
naskah
6)
Pengguna
naskah
7)
Kronologis
sejarah naskah
8)
Sejarah
naskah
Umur Naskah:
1)
Codicesmanu
scripti (buku-buku yg ditulis dengan tangan).
2)
Manu –
manus – tangan.
3)
Scripti –
scriptus – scribere – menulis.
4)
Handshripten
(Belanda) – handshrift (Jerman) – manusrit – naskah.
5)
Umur
naskah dapat dilacak melalui dua bukti: (i) interne evidentie;| (ii) externe
evidentie.
6)
Externe
evidentie → katalogus: MS/ HS untuk naskah tunggal, MSS/ HSS untuk naskah
jamak.
Berdasarkan Kolofon:
1)
Berdasarkan
Kolofon
2)
Berdasarkan
Bentuk/ macam tulisan naskah
3)
Berdasarkan
Bahasa naskah
4)
Berdasarkan
Isi (peristiwa) yg termaksud dalam naskah
5)
Berdasarkan
Bahan naskah
6)
Berdasarkan
Water mark
7)
Berdasarkan
Catatan dalam naskah
8)
Berdasarkan
Katalog
Asal Mula Kepemilikan Naskah:
Informasi mengenai asal mula naskah menjadi milik perpustakaan atau museum
dapat memberikan penanggalan tentatif. Informasi seperti ini termuat dalam
katalog, yaitu kapan naskah itu diterima atau sejak kapan naskah itu menjadi
milik perpustakaan atau museum, berasal dari siapa naskah itu, mengapa atau
dengan cara bagaimana perpustakaan atau museum itu memiliki naskah tersebut.
Katalog/ katalogus:
1)
Tahun
2)
Judul
3)
Point naskah
4)
Ketebalan
5)
Pengarang
6)
Penerbit
Iluminasi dan Ilustrasi
dalam Kodikologi
Dalam artikelnya yang berjudul ”Iluminasi Naskhah-naskhah
Minangkabau”, Zuriati menjelaskan bahwa pada awalnya istilah iluminasi
digunakan dalam penyepuhan emas pada beberapa halaman naskah untuk memperoleh
keindahan dan biasanya ditempatkan sebagai hiasan atau gambar muka
(frontispiece) naskah. Dalam perkembangannya, istilah iluminasi ini dapat
dipakai dalam pengertian yang luas untuk menunjukkan perlengkapan dekoratif apa
saja yang, biasanya, berhubungan dengan warna-warna atau pigmen metalik dan
didesain untuk mempertinggi nilai penampilan naskah, meliputi, antara lain
bingkai teks yang dihias, penanda ayat, penanda juz, dan tanda kepala surat
pada Alquran. Jadi, pada dasarnya, iluminasi adalah hiasan-hiasan yang terdapat
pada naskah yang, terutama, berfungsi untuk memperindah penampilan naskah. Di
samping iluminasi, istilah ilustrasi muncul kemudian untuk merujuk hiasan yang
selain berfungsi untuk memperindah naskah, juga mendukung atau menjelaskan
teks. Dalam studi naskah-naskah Eropa, kedua istilah tersebut sering dipakai
secara bergantian. Akan tetapi, kedua istilah itu selalu digunakan secara
berbeda dalam studi naskah-naskah Islam. Meskipun demikian, beberapa penelitian
membuktikan bahwa iluminasi dan ilustrasi tidak selalu dapat dibedakan karena
perbedaan fungsinya tersebut (2010: 1-2).
Secara lebih sederhana, Mulyadi (1994: 69) menjelaskan
bahwa ragam hias yang terdapat pada sebuah naskah dapat dibedakan menjadi: iluminasi,
yakni hiasan bingkai yang biasanya terdapat pada halaman awal dan mungkin juga
pada halaman akhir; dan ilustrasi, yaitu hiasan yang mendukung teks.
Iluminasi
Naskah-naskah tua Nusantara tersebar di seluruh wilayah
Indonesia, sebagian besar ditulis dalam bahasa daerah yaitu: Melayu, Sunda,
Jawa, Bali, Batak, Lampung, Bugis, Makasar, Madura dll. Sedangkan huruf/aksara
yang dipakai adalah aksara daerah yaitu huruf Batak, Lampung, Rencong, Bugis,
Makasar, Jawa Kuno, Sunda Kuno, Bali, Arab Jawa/Jawi dan Arab Pegon/Melayu.
Sebagian lainnya dalam huruf Palawa. Perlu diingat bahwa naskah-naskah
Nusantara itu sebagian besar tidak bergambar (ilustrasi), hanya sebagian kecil
saja yang memuat ilustrasi dan iluminasi. Dari sebagian naskah yang bergambar
itulah terlihat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki tradisi
visualisasi yang unik dan memesona (Damayanti dan Suadi, 2009).
Sebagai salah satu wilayah kajian kodikologi, pembahasan
mengenai iluminasi pada naskah-naskah Nusantara baru muncul pada pertengahan
abad ke-20 ketika Coster-Wijsman (1952) menjelaskan sedikit tentang ilustrasi
pada naskah Jawa, dalam cerita Pandji Djajakusuma. Hingga kini, sejumlah
tulisan hasil penelitian terhadap naskah-naskah beriluminasi, terutama naskah
Jawa dan Melayu telah diterbitkan. Hal-hal penting yang patut dicatat adalah
bahwa iluminasi tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga menunjukkan
ciri-ciri kedaerahan tempat naskah-naskah itu berasal dan merupakan tanda-tanda
yang bermakna (Zuriati, 2010: 2).
Berdasarkan penelitian, iluminasi dalam naskah lebih
banyak ditemukan pada surat-surat para raja masa lalu dalam korespondensi
dengan pihak kolonial Belanda, yang kemudian dikenal dengan istilah Golden
Letters. Walau tentunya ditemukan juga dalam beberapa naskah lain, misalnya
hikayat, namun dalam jumlah yang tidak banyak (Mulyadi , 1994: 71-72). Dalam
pembuatannya, iluminasi banyak menggunakan warna-warna mencolok, antara lain
kuning, hijau, biru, merah, oranye, coklat, ungu dan campuran warna.
Hiasan berbentuk bingkai berhias ini, umumnya terdapat
pada beberapa halaman di awal naskah dan di beberapa halaman pada akhir naskah.
Jarang sekali, hiasan bingkai berhias tersebut ditemukan atau terletak di
halaman-halaman pertengahan naskah. Pada satu sisi hal itu memperjelas, bahwa
iluminasi atau hiasan bingkai tersebut berguna untuk memikat atau menimbulkan
daya tarik pembacanya. Sekaligus, hiasan bingkai berhias tersebut menambah
nilai (seni) naskah tersebut. Setidaknya, pembaca akan mengawali bacaannya
dengan rasa senang, dengan daya tarik dan nilai (seni) yang baik, dan akan
mengakhiri pula bacaannya dengan tetap mempertahankan rasa senang itu.
Di sisi lain, posisi yang biasa ditempati oleh hiasan
bingkai tersebut menunjukkan pula, bahwa menghiasi atau membingkai teks itu
bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, melainkan suatu pekerjaan yang juga
memerlukan suatu keterampilan, khususnya keterampilan menggambar. Hiasan atau
gambar yang sangat sederhana sekalipun dikerjakan dengan penuh perhitungan dan
kehati-hatian, sehingga tampilan bingkai tersebut menjadi indah dan menarik
serta tampak proporsional. Hiasan bingkai yang dikerjakan secara sederhana atau
dengan teknik yang tinggi, tentu saja, akan membedakan kualitas gambar atau
kualitas iluminasinya (Zuriati, 2010: 7-8).
Ilustrasi
Berdasarkan definisinya, ilustrasi merupakan unsur
pendukung teks. Damayanti dan Suadi (2009) menjabarkan nilai, latar belakang
dan fungsi ilustrasi, sebagai berikut:
a.
Ilustrasi
pada naskah memiliki metoda tertentu yang mengandung sejumlah nilai, norma,
aturan dan falsafah hidup sebagai manifestasi dari perwujudan daya cipta
masyarakat.
b.
Wujud
visualnya merupakan representasi dari nilai-nilai dan aturan-aturan tertentu
yang terkait dengan proses penciptaan suatu produk seni rupa tradisi.
c.
Ilustrasi
pada naskah mempunyai fungsi sosial sebagai media komunikasi yang terkait
dengan sistem nilai, pranata sosial dan budaya pada masanya bahkan masih
dijadikan pedoman masyakat Nusantara hingga sekarang.
d.
Faktor-faktor
enkulturasi, akulturasi, sinkretisme, asimilasi yang disebabkan oleh
persilangan budaya asing turut memberikan ciri-ciri khusus terhadap wujud
visual gambar Ilustrasi pada naskah nusantara, baik dilihat dari persamaannya
maupun perbedaannya. Mengingat posisi strategis negara Indonesia yang
terletak diantara dua benua dan menjadi tempat persinggahan antar bangsa yang
menyebabkan terjadinya proses silang budaya dan globalisasi sejak berabad-abad.
Naskah Nusantara adalah gambaran transformasi dalam budaya baca tulis dan seni
rupa.
e.
Ilustrasi
pada naskah nusantara memuat nilai-nilai spiritualitas yang mencerminkan
masyarakatnya adalah masyarakat beragama yang memiliki keyakinan tentang
ketuhanan.
f.
Dalam
perkembangannya, gaya ilustrasi dalam naskah di nusantara mengalami banyak
penyesuaian dengan kondisi yang ada saat itu. Gaya ini terus berevolusi sejak
masa Hindu, Islam hingga masa kolonial Belanda.
g.
Keberadaan
iluminasi dan ilustrasi pada naskah nusantara membuktikan adanya cita rasa seni
yang tinggi yang dimiliki oleh nenek moyang bangsa ini. Aneka fungsi dan nilai
sosial dari setiap iluminasi dan ilustrasi yang terlihat dalam naskah-naskah
tersebut menunjukkan kualitas peradaban yang pernah dimiliki oleh nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi.
Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada
(diakses pada 16 September 2012)
Mulyadi, Sri
Wulan Rujiati. 1991. Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok:
Fakultas Sastra
Universitas Indonesia.
(diakses pada
7 Maret 2014)
Rangkuman
Artikel Kodikologi
Istilah kodikologi berasal
dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’.
Selanjutnya istilah ini semakin populer dipakai untuk kodikologi, bertujuan
mengetahui segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek
di luar isi kandungan naskah tentunya.
Kodikologi adalah satu bidang ilmu yang bekerja sama
dengan filologi. Lalu kodikologi bertujuan mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi
naskah, meneliti tempat-tempat naskah sebenarnya, menyusun katalog, menyusun
daftar katalog naskah, menyusuri perdagangan naskah, sampai pada penggunaan
naskah-naskah itu.
Kodikologi dan Ilmu
Pernaskahan
Kodikologi meliputi :
-Sejarah naskah
-Sejarah koleksi naskah
-Penelitian mengenai tempat naskah yg sebenarnya.
-Masalah penyusunan katalog.
-Daftar katalog
Asal
Mula Kepemilikan Naskah
Informasi mengenai asal mula naskah menjadi milik
perpustakaan atau museum dapat memberikan penanggalan tentatif. Informasi
seperti ini termuat dalam katalog, yaitu kapan naskah itu diterima atau sejak
kapan naskah itu menjadi milik perpustakaan atau museum, berasal dari siapa
naskah itu, mengapa atau dengan cara bagaimana perpustakaan atau museum itu
memiliki naskah tersebut.
Iluminasi dan Ilustrasi
dalam Kodikologi
Pada awalnya istilah
iluminasi digunakan ketika penyepuhan emas pada halaman-halaman untuk
diperolehnya keindahan sebagai hiasan naskah. Selanjutnya istilah iluminasi ini
diperluas pengertiaannya yaitu perlengkapan dekoratif untuk mempertinggi nilai
penampilan naskah. Jadi intinya, iluminasi adalah hiasan-hiasan yang terdapat
pada naskah, lalu istilah ilustrasi muncul untuk hiasan yang berfungsi lebih
dari iluminasi. Yaitu untuk mendukung dan memperjelas teks.
Iluminasi
Sebagai
salah satu wilayah kajian kodikologi, pembahasan iluminasi pada naskah
Nusantara baru muncul pada pertengahan abad ke-20 ketika Coster Wijsman (1952)
menjelaskan sedikit tenang ilustrasi pada naskah Jawa. Hal yang perlu dicatat
di sini adalah iluminasi bukan hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga
menunjukkan ciri-ciri daerah asal naskah tersebut. Hiasan berbentuk bingkai
ini, kebanyakan terdapat di halaman awal dan akhir naskah. Hiasan bingkai ini
jarang ditemukan pada tengah halaman naskah. Lalu hiasan bingkai juga menambah
nilai seni. Jika ada pembaca yang melihatnya, diharapkan dengan adanya hiasan
bernilai seni ini, bisa membuat pembaca merasa senang, dan daya tarik untuk
membaca konten naskah sampai akhir juga dengan rasa senang. Di sisi lain. Perlu
diketahui bahwa untuk membuat iluminasi ini bukanlah pekerjaan yang mudah.
Jelas harus memiliki suatu keterampilan, khususnya menggambar. Hiasan bingkai
yang dikerjakan secara sederhana atau dengan teknik tinggi, tentu akan membedakan
kualitas seninya.
Ilustrasi
Berdasarkan definisinya, ilustrasi merupakan unsur penjelas teks. Damayanti
dan Suadi (2009) menjabarkan nilai latar belakang dan fungsi ilustrasi sebagai
berikut :
-Ilustrasi pada naskah biasanya mengandung nilai, norma, dan
falsafah hidup dari perwujudan dengan daya cipta masyarakat.
-Dikarenakan posisi strategis Nusantara, yaitu jalur
persinggahan dan perdagangan dunia, maka terjadilah proses silang budaya sejak
berabad-abad yang mempengaruhi budaya bangsa ini.
-Keberadaan iluminasi dan ilustrasi pada naskah
menujukkan bahwa adanya cita rasa seni yang tinggi telah dimiliki nenek moyang
kita. Aneka fungsi dan nilai sosial dari setiap iluminasi dan ilustrasi yang
ada pada naskah membuktikan kualitas peradaban yang dimiliki oleh Nusantara.
Komentar
Mengenai Artikel Kodikologi Di Atas
1. Mengenai pengertian mendasar tentang kodikologi
memang sudah cukup bisa dimengerti. Tetapi ada beberapa kata-kata yang belum
ada penjelasan dan penjabarannya. Seperti aspek internal naskah, yaitu Bahan
naskah, umur naskah, tempat penulisan, penulisan naskah dan lain-lain. Lalu
pengertian tentang Codicesmanu scripti (buku-buku yg ditulis dengan tangan),
Manu – manus – tangan, Scripti – scriptus – scribere – menulis, Handshripten
(Belanda) – handshrift (Jerman) – manusrit – naskah, Umur naskah dapat dilacak
melalui dua bukti: (i) interne evidentie;| (ii) externe evidentie, Externe
evidentie → katalogus: MS/ HS untuk naskah tunggal, MSS/ HSS untuk naskah
jamak. Seharusnya ditambahi penjelasan agar pembaca artikel tidak kebingungan
dengan istilah-istilah tersebut.
2. Selain pengertian dan penjabaran mengenai
istilah-istilah di atas, artikel ini juga belum memberikan contoh konkret
naskah berupa gambar. Agar bisa mendukung tulisan artikel itu. Seperti gambar
iluminasi dan ilustrasi pada naskah-naskah Jawa, Sunda, Melayu. Lalu gambar
naskah pada zaman Hindu Budha dan Islam. Agar pembaca naskah benar-benar
mengetahui perbedaan gambar atau hiasan seperti yang ditulis oleh penulis
artikel ini.
3. Mengenai penjabaran tentang iluminasi dan
ilustrasi sudah lumayan lengkap. Dengan beberapa penjelasan yang lebih dari
satu, membuat artikel ini lumayan untuk menjadi referensi. Meskipun jika saja
ada tambahan lagi. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh generasi selanjutnya
untuk melanjutkan penelitian tentang ilustrasi dan iluminasi pada naskah. Kalau
ada sudut pandang lain yang belum sempat ditulis oleh penulis naskah ini.
4. Seperti yang terlihat pada daftar pustaka,
sepertinya referensinya hanya beberapa buku dan satu dari website. Untuk membuat artikel yang bagus biasanya membutuhkan
banyak sekali referensi. Saya pribadi merasa sumber infonya kurang. Bukan untuk
memperbanyak daftar pustaka, tetapi realitasnya adalah semakin banyak membaca
referensi, maka artikel pun bisa semakin menarik dan semakin lengkap.
5. Di dalam penulisan artikel, penggunaan EYD memang
harus diperhatikan. Misalkan saja penulisan kata-kata asing non-Indonesia.
seharusnya ditulis miring atau dalam tanda kutip. Ada banyak sekali istilah
asing yang belum sesuai dengan EYD. Sebuah artikel juga wajib memperhatikan
unsur ejaan. Agar menjadi sebuah karya ilmiah yang benar dan bagus tentunya.
0 comments:
Post a Comment