Potret Alam

Kabut yang menyerang hutan.

Potret Alam

Penyerangan masih berlanjut.

Potret Alam

Pohon-pohon juga terserang.

Potret Alam

Jalan menjadi berselimut kabut.

Potret Alam

Hutan kian berkabut tebal.

Monday, 30 June 2014

Desain Gila di Bulan Juni



Desain Gila di Bulan Juni

            Selamat datang di blogku lagi guys, gimana kabarnya ? Masih seterong buat menahan pandangan kepada lawan jenis kan ? (khusus yang puasa) Haha. Pokokmen kowe kudu kuat, kudu sabar, nganti adzan. Halah, kakehan pembukaan. Yuk mari menuju ke gerbang kehidupanku. Kehidupan yang teramat sangat mengerikan banget(ah lebay). Nanti akan membahas tentang kegiatan seni grafis. Lebih tepatnya adalah mendesain suatu buletin dan buku. Mangga pinarak rumiyen.

            Bulan Juni. Entah kenapa, siapa yang tahu, bulan-bulan yang biasanya aku sering mendapatkan waktu untuk menulis, kali ini lumayan berbeda. Sejujurnya aku asik-asik aja kalau disuruh(atau inisiatif sendiri) dalam mendesain. Entah itu poster, pamflet, dll. Dan inilah masalah besarnya. Waktu yang diberikan padaku untuk menyelesaikan desain sangatlah singkat(atau bahkan membuat waktu tidur dan bermainku hilang entah digerogoti oleh siapa). Lalu, ada dua proyek yang ‘diserahkan’ padaku di bulan Juni yang indah ini. Pertama adalah mendesain majalah singkat atau biasa disebut buletin. Yuk, mari menuju ke bilik yang pertama.

            Ini adalah proyek pertama mendesain yang lumayan tidak terdefinisikan bagaimana rasanya. Entahlah, karena jujur aku juga suka proyek yang satu ini karena aku juga sebagai “Pemimpin Redaksi”. Tetapi yang aneh di sini adalah, seorang yang berpangkat tinggi(upps, maaf, harusnya ada sensor, haha) merangkap beberapa bagian dalam pembuatan buletin. Memang benar, aku juga memasukkan cerpenku beserta ilustrasinya, ia ilustrasi. Lalu sebagai editor pula. Praktis dalam susunan ‘aktor dibalik layar’ buletin, namaku muncul entah berapa kali aku malah lupa. Sebagai pimred, layouter dan ilustrasi. Wah, ternyata muncul sebanyak tiga kali. Kurasa ini terlalu ‘aneh’ untuk dipandang. Meski demikian, dikarenakan personil awalnya yang hanya lima orang, ia lima, just five. Apa boleh buat. Dan masalah utamanya bukan itu. Melainkan ada di paragraf setelah ini. (wah, maaf ya guys, tadi itu aku cuma ingin curhat sedikit saja, tidak banyak kok, gakpapa kan ?)

            Mendesain buletin. Mulai dari cover dan konten-konten buletin seperti Salam Redaksi, Profil, Jendela Sastra, dan terakhir Sastrasiana.(maaf semuanya, ini sedikit mencontoh dari rubrik yang ada di koran Kompas itu lo. Keren kan ?) Mendesain cover, bagiku membutuhkan waktu yang paling lama daripada yang lain. Dikarenakan banyak pertimbangan. Menarik pembaca, sederhana, keren, jelas, mengena dengan tema, berfilosofis kalau bisa, lain dari yang lain , dan lain-lain. Di dalam kebuntuan ini, muncullah ‘pahlawan tanpa tanda’ yang memberiku ide bagus untuk cover. Ia katakan padaku untuk menjadikan cover pada naskah Jawa zaman dulu untuk dijadikan halaman pembuka. Wah, ini ide keren. Lalu tulisan aksara Jawanya dibuat blur. Dikarenakan tema dari buletin ini adalah “Ada apa dengan sastra ?” sangat kontras sekali. Lalu, dengan sedikit perombakan edit sana sini, jadilah ‘anak yang pertama’. Berlanjut ke bagian yang lain. Ini akan dijelaskan secara singkat pada paragraf berikutnya, ia berikutnya, see you.

            Welcome again, guys. Ini adalah kelanjutan terakhir dari mendesain buletin. Intinya pada halaman setelah cover itu hanya menata letak tulisan agar bisa penuh di kertas A3 dibagi 2 alias A4. Jadi aku variasi letak kolomnya. Aku rapatkan yang satu, aku renggangkan yang lain. Terkadang aku tambahi kutipan dengan font yang besar. Dan satu hal lagi yang keliru di sini adalah ketika tata letak puisi. Dikarenakan kekurangpahamanku tentang line spacing pada corel, membuat rubrik puisi tata layout-nya kacau. Bagian profil juga kacau karena kesalahan sedikit tentang drop caps. Selebihnya sudah lumayan. Dan satu pelajaran penting di buletin ini adalah penggunaan font yang hanya 8 sangatlah buruk. Lain kali kutingkatkan ukurannya deh, kalian tenang saja guys. Baiklah, dengan begini bagian pertama telah selesai. Berlanjut ke proyek absurd part 2.

            Selamat datang di curhat proyek yang kedua, para pembaca yang beriman, ia beriman, semoga imannya kuat ketika diterpa badai godaan lawan jenis ya, haha. Ah sudahlah, ini adalah mendesain yang bagiku cukup ‘gilaaaaaa’. Maaf sebelumnya. Bukannya aku tidak ikhlas. Melainkan ini bagiku tidak sekadar me-layout saja. Benar, selain mendesain, aku juga merangkap sebagai penulis(lebih dari 50% isi buku kalau gx salah) dan lagi-lagi editor. Jadi ceritanya bermula ketika para equalist sedang menyerang Repulic City(haha, ini bukan cerita Avatar Korra). Ini adalah cerita komputer Jawa. Ketika tugas akhir berjudul “Kata Mutiara Bahasa Jawa” yang waktunya panjang namun tidak segera dikerjakan. Sebenarnya hanya sedikit. Seperti contoh di bawah ini.

Cedhak kebo gupak
?cedkKe[bogupk\?
“Dekat dengan orang perbuatannya tidak baik, pasti ikut berbuat tidak baik”
Jangan dekat dengan orang yang berbuat tidak baik karena bisa terkena imbasnya.

            Per anak mendapat bagian yang sama. Ada sebanyak 33 anak yang mengikuti kuliah ini. Dan kulihat hanya sebagian kecil saja yang mengirimkan tugasnya itu kepada si editor. Yang seharusnya semuanya, ia semuanya. Bukan hanya kamu saja, ia kamu, haha. Dikarenakan deadline yang singkat, apa boleh buat, aku kerjakan hampir semuanya. Ini adalah proses paling membosankan yang aku jalani. Berada di perpus pusat di ruang komputernya yang gratis dan cepat, aku duduk terpaku tetapi tidak berada disampingmu. Wah, nasibku. TRAGIS. Setelah selesai, aku segera mendesain cover. Kucoba mencari mutiara dengan format cdr(format untuk corel). Setelah ketemu, karena terinspirasi dari desain cover buku antologi cerpen Lpm Kentingan yang menggunakan titik(.) dan koma(,) mirip bunga dandylion kombinasi dengan bunga matahari, kubuat halaman depan buku tugas akhir ini. Lalu jadilah cover yang bagiku sangat keren. Lalu bagian belakang pula. Hanya kuberi dua floral. Seperti ini.

            Setelah halaman awal dan akhir dunia telah selesai, ini adalah pekerjaan selanjutnya yang memakan waktu lama dan super membosankan. Menata sebanyak 17 halaman dibagi 2. Total 34 halaman yang aku tata. Mulai dari penempatan tulisan, agar terlihat serasi. Di samping itu, aku juga melakukan editing atau pembenaran jika ada tulisan yang salah. Ini adalah tahap yang memerlukan kejelian dan harus dilakukan berulang-ulang. Dan masalahnya adalah, sebanyak aku melakukukan editing, selalu saja ada kesalahan yang terlihat. Mungkin aku orang yang kurang teliti. Entah berapa banyak aku melihat ulang tulisan-tulisan itu, lalu karena juga mempertimbangkan batas akhir pengumpulan, kuputuskan untuk segera menyelesaikan kegilaan ini.

            Tahap selanjutnya adalah pembuatan nomor halaman. Ini adalah bagian yang lumayan harus memakai otak. Karena aku harus membuat nomor absen 1 dan seterusnya tidak terpencar. Intinya urutan absen dengan halaman harus benar. Lalu kubuat simulasi kecil dengan menggunakan kertas. Kubuat replika bukunya. Dan menomori halamannya. Setelahnya, aku tinggal memindahkan anak yang absennya 33 dengan di sampingnya adalah salam pembuka, absen 32 dengan absen 1, absen 2 dengan absen 31, dan seterusnya. Selesai dengan halaman, kucoba melihat-lihat lagi alias mengedit jika masih ada yang luput dari penglihatanku. Sambil memasukkan revisi dari anak yang meng-upload tugasnya di grup. Terkadang aku juga sering melihat-lihat cover-nya. Ada sedikit yang aneh, lalu kuperbaiki. Dan berakhirlah membuat buku ini.

            Akhir kata, aku hanya akan menyarankan kepada siapa saja yang membaca ini. Jika kalian tidak menjadi tukang edit, kalian harus tahu berapa waktu yang dibutuhkan oleh tukang layout untuk melakukan tugasnya. Jadi, data harus segera masuk, dan bukannya terlambat atau tidak peduli sama sekali(maaf sepertinya aku terlalu lancang). Tetapi memang benar, tugas layouter hanyalah mendesain saja. Bukan menulis hampir semuanya. Kalian harus tahu hal itu. Dan satu lagi. Bagaimana jika aku tidak mengaku jika aku bisa mendesain, bagaimana jadinya ya ? Aku takkan menjawab. Kalian sendirilah yang harus memikirkannya.

            Sebelum kuakhiri semua ini, aku akan mengatakan satu hal lagi. Lain kali jika butuh bantuanku atau teman lain yang bisa me-layout, kalian harus mengatur jadwal sedemikian rupa agar yang diberi tugas tidak tertekan. Contohlah ketika melihat pembuatan majalah dan buletin oleh suatu lembaga. Seperti halnya pers. Mereka punya jadwal penulisan, pengeditan, lalu tahap layouting, dan terakhir produksi. Pokoke kowe kudu ngreti, ora oleh omong ora mudheng, kudu berperasaan, hahaha. Dan kuucapkan terima kasih karena mau membaca sampai kata ‘ini’. Kalian memang mengerti aku, aku jadi tersipu, jadi terharu, jadi terkesan. Kalian baik sekali padaku ternyata. Lalu, selamat menjalani hari-hari liburan. Tetapi juga liburan(bagi yang puasa) menonton wajah setan. [#####]

Tuesday, 24 June 2014

Sawah dan Perjuangan

Sawah dan Perjuangan

                        Di sebuah tempat yang hijau nan rindang, Aku sedang memandangi pemandangan indah yang semakin kehilangan rona estetisnya. Sungai, tak sejernih dulu. Rimbun pohon bambu, tak sebanyak dulu. Rumput dan ilalang, juga tak seliar dulu. Sawah pun, tak selebar dulu. Bahkan serangga, tak semenjengkelkan dulu. Banyak yang berubah. Setelah kepergianku enam tahun yang lalu. “Ataukah aku yang membuat keindahan ini berubah ?”
***

            Enam tahun yang lalu, Aku berlabuh di kota budaya yang kata orang-orang disebut Solo. Aku berada di situ karena dua hal. Pertama karena keinginan kerasku untuk kuliah di jurusan DKV1. Kedua karena kebaikan luar biasa dari kedua orang tuaku tercinta. Meski dengan pengorbanan yang luar biasa pula. Lapangan hijau yang dulu tempatku bermain dengan hewan liar dan piaraanku. Tempat itu juga menghasilkan biji putih yang bisa dimakan, disimpan, ataupun dijual. Ya, sebagian sawah keluarga telah dijual hanya untuk membiayai kuliahku. Dan dengan semangat yang membara, aku mulai menjalani masa-masa penggodhokan2 di kawah candradimuka.

            Dua semester telah kulewati dengan lumayan lancar. Dua semester awal ini, aku mendapatkan nilai yang stagnan. Ya, IP-ku selalu 3 pas. Meski begitu, aku akan mencoba untuk lebih giat kuliah lagi. Kuperbaiki kemampuan menggambar, memotret, mendesain berbagai logo, poster, pamflet, iklan, video, dan olah imajinasiku. Di saat aku sedang asyik dengan mouse yang bergerak-gerak di sampingku, tiba-tiba ada peringatan berbunyi seperti bom meledak. “Oh ternyata hpku ada sms masuk” Kataku dalam hati.

1 Pesan diterima
Henri, adikmu sedang sakit parah. Ia sakit TBC dan sedang di RS Aisyah dekat alun-alun kota. Kamu besok pulang ke Ponorogo bisa apa gx ?
Pengirim     : Pak Supardi
081234xxx
Diterima     : 12:22:13
Hari ini

            Berita itu sontak menyetrum hatiku setara dengan kilatan guntur yang terjadi di siang bolong. Bagaimana tidak, tugas membuat desain logo perusahaan air dan permintaan ketua organisasi pers untuk membuat pamflet lomba futsal masih belum selesai. Tetapi demi adikku satu-satunya ini, kurelakan melepaskan segala kesibukan dunia kampus untuk sejenak menengok dan memberinya semangat agar bisa melewati hari-hari sulitnya. Dua hari telah berlalu tanpa ada kabar bagus dari dokter yang merawat adikku. Malah makin hari tubuhnya makin kurus. Dan mungkin inilah waktunya untuk mengucapkan kata-kata penyemangat agar ia bisa melewati fase terakhir dalam hidupnya. Ya benar. Ia telah meninggalkan kami sekeluarga. Aku pun harus berada di rumah lebih lama lagi sampai selesai mengurus penguburan adikku tersayang.

            Aku kembali ke Solo setelah sekitar seminggu berada di kota reog. Dan banyak kabar buruk yang pasti datang sewaktu aku pergi. Satu minggu yang berlalu, membawa masalah baru. Tumpukan tugas setinggi gedung lima lantai harus aku taklukan semuanya. Kujalani masa-masa sulit yang lebih dari biasanya. Duduk terpaku di depan laptop selama seharian penuh. Makan satu kali sehari. Tidur hanya dua sampai tiga jam per hari. Jarang mandi pula. Apalagi ganti baju. Kulupakan jadwal main ke organisasi. Demi mengejar berbagai tugas. Kulakukan demi nilai. Dan semangat akan pengorbanan dari kedua orang tuaku dalam membiayaiku. Di saat injury time, aku pun berhasil menyerahkan semua tugas yang aku kerjakan tepat di meja dosenku. Masalah lama telah selesai, tetapi masalah baru telah muncul. Tubuhku terasa berbeda. Kesadaranku makin memudar. Pandanganku mulai kabur. Bahkan suara celotehan orang lain dari meja sebelah makin tak terdengar.
***

“Hen, kau sudah sadar ? Ini ayah dan ibu Hen ?”
“...”
“Hen ...”
            Kulihat kedua orang tuaku berdiri di depanku. Aku taktahu apa yang terjadi barusan. Yang aku ingat adalah ketika terakhir kali aku berada di ruang dosen itu. “Kau telah pingsan selama hampir dua minggu Hen. Diakibatkan kamu terlalu memaksakan diri sampai kurang makan, tidur, dan istirahat” Kata seorang dokter di sebelah samping kananku.

            Aku masih belum bisa percaya. Kenapa bisa selama itu aku tertidur. Tertidur dan tiada yang bangunkanku. Dan bagaimana kabar dari tugasku kemarin ? Atau apakah aku terlambat mengucapkan selamat datang kepada tugas baru. Semuanya bercampur baur di dalam satu otak. “Tenanglah Hen, kamu harus istirahat dahulu. Tugas itu bisa dicicil sedikit demi sedikit. Biarpun nilainya kurang bagus, yang penting kamu telah berusaha” Kata Ibuku yang penuh dengan untaian kebijaksanaan tiada tara.

            Setelah selesai berurusan dengan rumah sakit, aku pun bisa kembali ke kosku lagi. Kuucapkan terima kasih kepada dokter beserta susternya. Ibu dan ayahku. Satu hal lagi. Tuhanku yang masih memberiku kesehatan lagi. Sesampaiku di kos, aku terkejut tapi takmampu untuk lompat. Bercampur dengan perasaan kesal, sedih, jengkel, dan marah. Honda merah bernomor plat AE 6917 SA telah berpindah ke tangan orang yang tak diketahui. Pemilik kos itu memang anjing. Ingin kutendang gerbang depan kosnya. Ingin kupecahkan kaca-kacanya. Ingin kubanting pot bunga di rumahnya. Bahkan ingin kuhajar sang pemilik kos itu yang taksanggup menjaga barang berhargaku sewaktu kutertidur. Tapi aku takberani karena kemarahan hanya akan membuat masalah baru. Aku mulai memasuki kamarku yang telah lama kutinggalkan. Dan kali ini aku takbisa untuk menahan diri lagi. “Dimana laptop dan kameraku yang sangat berharga itu ?” Teriakku sambil kutendang tembok kamarku.

            Hari-hari pun kian berlalu. Kupikir untuk tak melaporkan semua ini ke polisi. Ya, polisi memang siput. Hanya menghambat selesainya masalah. Aku semakin frustasi. Ini pun membuatku semakin jauh dari kata semangat untuk hidup. Uang yang tersisa kujadikan sasaran. Berbagai obat-obat penenang coba aku tengguk. Aku makin takpedulikan kanan kiri. Aku pun berjalan ke sana kemari tanpa tujuan yang jelas. “Kuliah ini tak ada gunanya lagi” Kataku dalam hati. Di saat langit malam yang penuh dengan hiasan bintang, mataku terasa berat. Kucoba untuk tidur di tumpukan jerami kering. Sambil terkadang merasakan geronjalan dan serasa melayang. Aku tak peduli.
***

            Suara gemerisik dari roda tralis membuyarkan tidurku. Pintu gerbang lipat berkata bahwa aku harus segera membuka mata. Tiba-tiba kepalaku terbentur dengan kayu. Lalu entah kenapa kaki dan tanganku terasa terlipat, takbisa kuluruskan. Bau sinar pagi membuat pemandangan sekitar mulai menampakkan dirinya. Sampai kusadari aku berada di dalam kotak kayu. Kucoba untuk membukanya perlahan. Ketika aku berhasil keluar dari tempat tidurku itu, tiba-tiba ada suara yang menyambarku dari kejauhan. “Tarno, angkat kotak-kotak yang ada di sebelahmu itu. Segera, sebelum truk pengantar barang datang kemari” Ucapnya dengan tegas. Aku pun takpeduli akan perintah dari orang yang tak kukenal itu. Tetapi ia justru mendekat ke arahku.

“Kau siapa ? Kenapa bisa ada di sini ?”
“Maaf pak, nama saya Henri. Saya tak tahu apa yang terjadi. Seingatku tadi malam aku tidur nyenyak dan sekarang malah berada di sini”
“Baiklah Henri, aku takpeduli apakah kamu yang telah menggantikan Tarno karena ia telah menghilang beberapa hari yang lalu. Kalau begitu, segera angkat kotak-kotak itu”

            Aku taktahu dengan pikiranku kali ini. Setelah menengguk obat-obatan aneh kemarin, rasanya diriku seperti air mengalir. Tangan-tanganku segera meraih kotak-kotak selebar setengah meter itu dan mengantarkannya ke depan gerbang toko. Sembari mengangkati kubus-kubus itu, kulihat nama dari toko ini. “Ternyata orang tadi namanya Pak Gunawan ya!” Bisikku perlahan. Lalu aku pun menjalani hari-hariku sebagai pekerja serabutan di situ untuk beberapa waktu lamanya.
***

            Suatu hari yang teriknya sangat memanggang punggung, aku baru saja pulang dari toko sebelah. Sehabis mengantarkan beberapa pesanan cat tembok ukuran jumbo. Secara mengejutkan aku dipanggil Pak Gunawan untuk menemuinya. Aku pun dipersilahkan duduk dulu sementara ia membuka aplikasi coreldraw-nya.

“Henri, apa kamu yang membuat logo ini ?”
“Ia pak, maafkan atas kelancangan saya ya. Kemarin itu waktu jam istirahat, aku coba iseng membuat logo lagi. Sudah lama tidak berkutat dengan mesin pembuat gambar flat, hehe”
“Begini Hen. Ini logonya lain daripada yang lain. Bisa kukatakan bahwa logo hasil buatanmu ini akan membuat tokoku menjadi keren. Besok akan aku pasang di depan toko”
“Wah, bapak bisa saja. Itu sih hanya iseng pak. Dan masih belum seberapa dibandingkan dengan logo yang aku buat dahulu”
“Hmm, kurasa kau harus segera menghubungi temanku ini. Aku yakin kau pasti diterima”

            Pak Gunawan pun beranjak dari kursinya. Bergegas mencari sesuatu. Kutunggu dengan sabar. Lima menit kemudian, ia datang sambil membawa selembar pamflet lamaran kerja. “Hen, kau coba hubungi pak Liu Wan. Ia adalah pemilik perusahaan percetakan iklan yang besar di kota ini. Katakan saja bahwa kamu kenal Pak Gunawan. Pasti ia akan menerimamu. Jangan lupa pula bawa file ini sebagai tanda bahwa kau telah bekerja di tokoku” Demikian saran dari Pak Gunawan kepadaku.

            Keesokan harinya, aku coba berangkat ke perusahaan yang dimaksud di pamflet kemarin. Bus arah Depok coba aku isyaratkan untuk mengantarkanku ke sana. Sesampainya di depan pintu perusahaan, aku coba melangkahkan kaki dan hatiku sambil berdoa agar semuanya lancar. Berbagai interview dan adu desain dengan berbagai saingan telah kulalui. Dan hasilnya sungguh membuatku bersujud syukur. Kontrak kerja selama lima tahun dengan kenaikan gaji secara bertahap telah aku tanda tangani. Selama sekitar setahun bekerja di perusahaannya Pak Liu Wan, aku telah berhasil mengembalikan semua barang-barangku yang hilang sewaktu kuliah. Mungkin inilah saatnya untuk pulang ke tanah kelahiran. Waktunya untuk mengembalikan satu hal lagi yang hilang.
***

            Liburan panjang akhir tahun telah tiba. Dengan menaiki Honda merah berplat B 1769 AF, aku coba mengarungi pantura. Ketika aku beristirahat di sebuah pom bensin, kucoba bayangkan ketika aku berada di Solo sampai bisa berpindah ke Jakarta. Entah apa yang terjadi setelah aku tertidur di tumpukan jerami dengan keadaan sangat mabuk. Ratusan  kilometer pun kulalui. Dengan berbagai deru suara motor, mobil, bus, truk, dan yang lainnya. Sering kali aku salip menyalip dengan pengendara lain. Bahkan hampir berserempetan dengan kendaraan lain. Hantaman ribuan titik-titik air dari langit dan sengatan sinar tak kupedulikan. Melewati beberapa wilayah kabupaten dan kota secara silih berganti. Debu dan asap kendaraan juga temani perjalananku ini. Demi mencapai istana tercinta.
***

            Beberapa hari perjalanan dari ibukota negara menuju desaku tercinta. Akhirnya aku melewati gerbang reog. Sambil mengingat kenangan beberapa tahun yang lalu. Lima menit setelah itu, sampailah aku di sini, tempat yang menyimpan berbagai memori indah dari mulai kecil sampai remaja. Ketika aku sampai di depan rumah, tiba-tiba ibu, ayah, kakek, nenek, dan beberapa tetanggaku tampak heran. Hening. Sunyi. Tak sepatah kata terucap. Tak pula gerak badan seperti sapaan khas orang desa. Sampai satu menit setelah itu aku berteriak. “AKU PULANG ...”.

            Langsung kupeluk kedua orang tuaku. Lalu kepada nenek dan kakekku pula. Para tetanggaku mulai bertanya-tanya. Lalu aku pun menceritakan semua pengalamanku. Sampai aku mengeluarkan air mata kesedihan ketika tidak bisa menghubungi keluargaku karena aku juga kehilangan hp beserta semua kontaknya. Jadi selama itu, aku sama sekali tak mengabari orang-orang rumah. Dan inilah hasil dari berbagai pengalaman indah yang takkan terlupa.

            Keesokan hari setelah kepulanganku, aku coba menengok sekitar. Sawah belakang rumah yang dulu adalah sawah keluargaku sekarang menjadi milik orang lain. Ibuku mengatakan bahwa sawah belakang rumah terpaksa dijual untuk membayar biaya perawatan sampai penguburan adikku. Sungguh tragis pada kenyataanya. Sawah pun harus sia-sia karena takbisa membuat adikku sembuh dari penyakitnya. Dan sekarang malah menjadi rumah bertingkat dua. Lalu sungai yang ada di sampingnya menjadi mengerikan. Baunya seperti bunga bangkai, ah malah lebih dari itu. Mungkin bisa kukatakan baunya seperti campuran tinja, nanah, borok, kencing, daging busuk, bangkai ternak, beserta sampah lainnya. Lalu sawah kenanganku waktu kecil. Kini telah berubah menjadi pabrik pengolahan tebu. Tetapi kebanyakan masalahnya hampir sama. Jika sawah-sawah itu ada di dekat jalan pedesaan, pasti berubah menjadi rumah. Rumah yang luas nan mewah. Jika ada di dekat jalan raya, pasti bertransformasi menjadi rumah makan, bengkel, toko, minimarket, sekolah, atau gedung-gedung perusahaan.

            Setelah aku melakukan pengamatan ke sana kemari, saatnya kuputuskan satu hal. Akan kuucapkan komitmenku. Laksana Gajah Mada dengan sumpah palapanya. Aku pun akan melakukannya pula. Tentu dengan gayaku sendiri. Seperti kata yang tercoret di baliho. Bali desa mbangun desa3. “Ibu, ayah, nenek, dan kakekku tercinta, aku akan mengembalikan semua yang telah kalian berikan padaku sewaktu dulu. Pengorbanan kalian semua, ‘kan kubayar lunas setuntas-tuntasnya” Ucapku dengan penuh semangat.
                                                            *************

Catatan:
1.                  DKV = Desain Komunikasi Visual
2.                  Penggodhokan = pengolahan
3.                  Bali desa mbangun desa = kembali ke desa membangun desa

Tuesday, 17 June 2014

Alam yang Terpotret

Alam yang menakjubkan dipadu dengan kamera yang mengesankan (5Mp Sony Ericsson)

1. Keadaan di hutan













2. Masih di dalam kabut













3. Pohon-pohon penuh kabut.













4. Jalan yang berselimut kabut.













5. Hutan berkabut tebal.

Monday, 16 June 2014

Rupa yang Terlupa

Rupa yang Terlupa

            Rupa    pa
      Paru               ru
Rupa                        pa
      Paru               ru
            Rupa    pa
                                                Lupa
                                                      Paru
                                                           Rupa
                                                     Palu
                                                Lupa
            Lupa    lu
      Palu               pa
Lupa                        lu
      Palu               pa
            Lupa    lu

Ilustrasi Cerpen Pertemuan Terakhir

My Drawing for ilustrate my own short story ...


Indonesia, 6 Juni 2014

Indonesia, 6 Juni 2014


Jaman semono
Dalan-dalan isih dadi alas
Tanpa ana omah tingkat sepuluh luwih
Numpak onthel wae ora ketulungan
Apa maneh ngerti listrik lan sapanunggale
            Ananging
Ndilalah satus telulas taun kapungkur
            Ana cahya kang padhang njingglang
            Cahya kang ndadekake jagad iki lair
            Jagad ingkang saka Sabang tumekan Merauke
Anamung
Gara-gara pilihan tanggal 9 Juli 2014 iki
Akeh wong padha lali
Lali mrang laire bapak proklamator
Alah mboh, wong jaman saiki
            Beda sithik, malah padha ngenyek
            Malah pisuh-pisuhan
            Malah padha gelut
            Mbokya elinga
            Iki arep pilihan presiden
            Ananging aja lali mrang bapak insinyur

            Insinyur Soekarno