Potret Alam

Kabut yang menyerang hutan.

Potret Alam

Penyerangan masih berlanjut.

Potret Alam

Pohon-pohon juga terserang.

Potret Alam

Jalan menjadi berselimut kabut.

Potret Alam

Hutan kian berkabut tebal.

Saturday 31 May 2014

Batu Bara

Batu Bara


Batu
    Tuba
         Batu
             Tuba
                 Batu
                     Tuba
                        Batu
                             Tuba
                                 Ba
                            Tu
                        Ba
                    Tu
                Ba
            Tu
        Ba
    Tu
Bara
    Ra
        Ba
            Ra
                 Ba
                      Ra
                          Ba
                               Ra
                                  Ba
                                      Ra
                                  Raba
                              Bara
                         Raba
                     Bara
                Raba
           Bara
      Raba
Bara

Thursday 29 May 2014

Pertemuan Terakhir

Pertemuan Terakhir

Kamis, 15 Mei 2014
Kami bertemu di sebuah pesta yang sangat meriah dan juga mengharukan. Kulihat ada yang berwajah ceria, ia begitu penuh canda tawa dan sangat bersemangat. Ada pula yang tampak kelelahan karena kebanyakan makan daging ayam yang tersaji istimewa. Lalu, ada yang malah melakukan ritual melamar. Melihat hal itu, semuanya terhenyak. Ia adalah seorang pangeran berparas seperti Peter Parker dari kelas kami yang sangat populer. Ia baru saja mengatakan cintanya kepada seorang putri kerajaan mirip Gita Gutawa yang tinggal dekat rumahku. Hari itu benar-benar penuh warna.

Dan satu hal yang kulihat saat itu. Dari kejauhan kau tampak seperti biasa. Kucoba untuk mendekatimu. Warna gaunmu yang menggetarkan jiwa. Pupilmu yang bersinar-sinar dan kilauan rambut panjangmu yang terurai. Kucium bau parfummu yang sangat menggoda. Kali ini, aku takkan ragu lagi. Kucoba bicara denganmu. Mungkin inilah kesempatan terakhir kita semua bisa berkumpul seperti ini.

“Laili, gimana kabarmu ?”
“Kabarku baik Ka. Arka sendiri gimana ?”
“Baik juga sih. Hmm, meriah juga ya, pesta ini. Daripada kamu duduk termenung sendirian di sini, yuk kita berfoto bareng teman-teman yang lain!”

Bulan semakin bersinar terang. Cuaca dingin yang kian berdatangan bersamaan dengan angin malam yang berhembus. Malam itu, kami semua telah mengabadikan momen yang indah. Foto bersama untuk dikenang suatu saat nanti. Setelah itu, semuanya pun mulai berpamitan. Di saat Laili beranjak pulang, kucoba untuk mengejarnya. Gaun panjangnya seakan terbawa hembusan angin dan kami berdua tepat berdiri di bawah sinar purnama.

“Arka, katakan padaku bahwa kau akan menjemputku ketika bulan purnama telah berwarna merah. Kutunggu di depan taman abadi” Katanya sambil mulai berlari. Terlihatlah tetesan air dari pipinya. Ia mulai menjauh. Aku merasakan bahwa inilah kali pertama kulihat dia tampak bersedih.

***
Jumat, 30 Mei 2014
Malam ini, hanya suara gemerisik dedaunan yang terdengar. Kulihat langit juga menutup diri. Entah apa yang ia rahasiakan di malam ini. Lima belas hari setelah momen itu, aku mendapat beberapa kabar baru. Raika, Hestia, Alfi, dan Nila diterima di Universitas. Malna, Silva, dan Jaya sama-sama melanjutkan karir di perusahaan dekat pusat kota. Ada juga yang pindah ke kota lain karena tuntutan karier orang tuanya. Sebagian kuketahui kabar mereka lewat kicauannya di media sosial. Adapun yang sekadar lewat pesan singkat. Terkecuali Laili. Entah di mana dan sedang apa dia sekarang.

Hatiku kian bimbang. Ia katakan padaku untuk segera bertemu dia lagi. Tetapi dari hatiku yang paling dalam katakan bahwa aku tidak boleh mengingkari janjinya, sebelum bulan benar-benar berwarna merah. Ketika dua pendapatku makin berkecamuk satu sama lain, kucoba untuk duduk. Sambil kuraih sebatang Kit Kat dan segelas Milo, kucoba untuk memutuskannya segera. “Mungkin tidak ada salahnya jika aku datang ke rumahnya dan menanyakan kabarnya. Jika ia tidak ada, maka keluarganya pasti tahu” Demikian akhirnya kuputuskan untuk memberanikan diri untuk malam ini ke rumahnya.

Udara malam yang terasa menusuk tulang tak menghambatku kali ini. Dengan menaiki Polygon, aku menelusuri jalanan yang serasa kelam. Sekitar dua puluh menit kemudian, akhirnya kulihat gerbang istananya yang berwarna biru langit. Kuberanikan diri untuk memasukinya. Di sana kulihat rumahnya sepi meski lampunya masih bersinar terang. Perlahan kuketok pintu rumahnya. Lalu seorang dengan tinggi badan yang menjulang dan rambut kepala yang kian memutih membukakan pintu, sambil memegang sebuah pipa berisi Djarum Super. Dari raut mukanya, bisa kutebak ia pasti segera mengusirku. Dan benar saja. Hanya sekitar lima menit berdiri di depan pintu, aku segera pamitan. Ia katakan padaku bahwa Laili sedang tidak ada di rumah.

Sebenarnya ia tidak mengusirku, tetapi aku yang memilih untuk pamitan karena apa jadinya jika aku benar-benar masuk ke rumahnya. Mungkin jika ia tahu aku datang malam ini, meski ia tidak ada di rumah saat ini, ia akan membenciku selamanya. Dengan ayunan pedal yang lambat, kepulanganku hanya ditemani oleh bayanganku sendiri di bawah sinar lampu jalanan.

***
Minggu, 10 Agustus 2014
Kali ini, aku akan coba untuk cari informasi secara diam-diam. Tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya. Kupikir hampir tiga bulan sejak hari terakhir bertemu, hatiku kian rapuh. Makin membeku meski tidak dalam freezer. Kian perih meski tidak ada darah yang keluar. Makin lenyap jika kubiarkan terus menerus. Sore ini aku akan berkunjung ke rumahnya Chika, sahabat karibnya Laili. Rumahnya yang berada di pucuk gunung tak menghalangiku kali ini. Kupacu Honda merahku yang berpelat W 6917 AA dengan kecepatan santai.

Hampir satu jam perjalanan, aku pun mulai merasakan hawa khas pegunungan. Udara yang bersih nan mengandung oksigen tinggi. Hutan pinus yang berjejeran juga menyambutku. Ada pula gemericik air yang jatuh dari tebing juga mempersilahkan aku untuk lewat. Kulihat ada kumpulan titik-titik air yang mengembun di sekitarku, lalu menempel di helmku. Lalu, tepat di depan hidungku, kucium aroma rumahnya Chika yang makin dekat. Kulihat pula ia sedang asyik bercerita dengan bunga mawar di tamannya. Dengan langkah pasti, aku mulai berjalan mendekatinya.

“Selamat sore Chika. Gimana kabarmu sekarang ?”
“Sore Arka, hmm, seperti biasalah. Habis pulang dari rumah nenek, lalu aku sempatkan untuk menyiram bungaku yang lama kutinggalkan, hehe”
“Begitu ya. Bunga yang ditinggalkan ...”
“Ka, Arka ...”

Aku malah masuk ke dunia halusinasi ketika menghayati kata-kata itu. Lalu aku pun mulai menanyakan kabarnya Laili. Entah apakah Chika sedang terkena sihir, ia tampak bengong. Kucoba untuk menggerak-gerakkan tanganku di depan mukanya. Juga kubunyikan jari-jemariku. Tak lama kemudian, raut mukanya mulai berkata padaku. Matanya gemetar, kelopak matanya juga menunduk, air matanya juga mulai mengalir. Ia pun bercerita panjang lebar padaku. “Semenjak hari itu, momen terakhir itu, detik-detik yang takkan terlupakan itu, ia entah ke mana dan tak memberi kabar apa pun Ka” Isak tangis Chika pun tak terbendung.

Mungkin yang Chika alami memang sama sepertiku. Aku pun mulai menghibur Chika dengan mengatakan kata-kata terakhirnya padaku dulu. Sewaktu ia berpamitan pulang. Aku juga berharap semoga kita semua masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi. Langit pun mulai mengubah warnanya dari kemerahan ke warna yang kian suram. Lalu aku pun berpamitan.

***
Senin, 11 Agustus 2014
Hari ini, aku coba cara lain. Mungkin ini adalah strategi yang penuh dengan resiko. Tapi kupikir lebih baik daripada harus bertanya kepada orang tuanya. Kucoba untuk pergi ke sebuah kantor yang berada di pusat kota. Kuharap ada informasi yang bisa aku dapatkan. Dengan ditemani Hondaku lagi, aku merasakan sedang memainkan lempar koin. Jika beruntung, aku dapatkan info. Jika sial, maka hancurlah sudah. Mentari yang tepat berada di atas kepala, panasnya sungguh terasa. Aku pun sampai di rumah dinasnya walikota.

Aku mulai berjalan dengan tenang memasuki ruangan kantor. Hawa dingin dari Ac mulai merasuki tubuhku. Sayup-sayup terdengar bunyi printer dan detak suara orang sedang mengetik. Ada pula yang berjalan ke sana kemari sambil memegangi telepon genggam. Hanya satu tempat yang sedang aku tuju. Yaitu ruangan sekretaris walikota. Di sanalah kakak laki-laki Laili sedang bekerja. Ketika akan kuketok pintunya, tiba-tiba hal yang takterduga pun muncul dihadapanku.

PRAKKK, CRAAANGGG, BRUUKKK... Seperti kiamat di dalam ruangan sekretaris. Betapa tidak. Kulihat pecahan gelas, meja yang terguling, dan kertas juga peralatan kantor yang berserakan. Ada dua orang yang terdiam di kursi mereka. Kakiku seperti terpaku. Tak bisa bergerak lagi. Kudengar kata-kata kasar dan penuh makian keluar dari mulut kakaknya Laili kepada dua orang itu. Sampai-sampai beberapa rekan kantornya mulai berdatangan. Tetapi ia malah melangkah keluar dari ruangannya dengan langkah yang cepat. Terlihat dari tatapan matanya betapa ia masih marah dengan kedua orang tadi. Alhasil aku pun mulai mengurungkan niatku untuk bertanya padanya saat itu.

Aku pun pulang tanpa hasil. Malam ini, langit terasa berbeda. Entah kenapa, tiap malam hari, bulan terasa kian dekat dan besar. Ataukah sebatas menuju purnama seperti biasa. Entahlah.

***
Jumat, 15 Agustus 2014
“Arka, ayo ke sini, berlarilah kemari”
“Laili, benarkah itu kau ?”
“Ia Ka. Sini cepat, aku punya sesuatu untukmu. Dengarkan puisi yang baru aku buat ini ya”
                        Dengarkan bunyi hati yang tersirat
                        Lihatlah indahnya lukisan jiwa
                        Maknailah suasana nada irama kalbu yang penuh amanat
                        Kau yang datang malam ini
                        Yang tak ingkari janji suci
                        Janji yang buktikan kesetiaanmu
                        Setiamu padaku
                        Ku sangat cintaimu ...
Tiba-tiba aku terbangunkan mendengar baris terakhir puisi itu. Entah apakah hanya mimpi atau memang benar Laili yang mendatangiku. Aku pun langsung berjalan menuju lorong belakang rumah. Membasuh muka sambil mengingat puisi yang ia ucapkan tadi. “Betapa indahnya puisimu itu, kuharap kita bisa berjumpa lagi” Kataku di depan cermin kamar mandi. Aku pun tak sabar ingin segera melihat malam.

Jarum jam bergerak sampai tak merasakan lelah. Ia katakan padaku bahwa sekarang sudah pukul 19.30. Kucoba ‘tuk melirik angkasa. Pemandangan yang jarang aku lihat. Ratusankah, tidak, kupikir bermilyar-milyar bintang sedang mengadakan pesta. Mereka berkelap-kelip. Ada yang terang, ada yang redup. Ada pula yang bergerak. Kupikir itu adalah bintang jatuh. Dan ini mengingatkan aku pada pesta di malam itu. Lalu sinar merah juga hiasi ramainya langit. Bulan malam ini bersinar merah dan sangat besar. Kurasa inilah saatnya untukku menemuinya.

Aku mulai berjalan sendirian dalam kelamnya malam. Anehnya, tiada sesosok raga pun yang terlihat malam ini. Angin yang berhembus membuat dedaunan berguguran. Hanya terdengar suara jejak kakiku yang sedang menapaki jalan. Lalu ada sesosok makhluk berwarna hitam yang hinggap di salah satu dahan pohon. Suaranya terdengar menyeramkan. Kucoba untuk mengamatinya lebih dekat. “Ternyata hanya burung gagak. Sebaiknya aku segera pergi dari sini”  Gumamku seraya mulai menggerakkan kaki dengan cepat.

Sambil mengusap keringat karena kelelahan, kulihat gerbang taman yang bertuliskan “Taman Abadi”. Ketika akan melangkah ke sana, tiba-tiba kulihat banyak orang yang memenuhi makam yang ada tepat di seberang jalan depan taman abadi. Kucoba untuk melangkahkan kaki dan hatiku menuju ke sana. Sejenak aku menghela napas dulu. Aku kucek-kucekkan kedua mataku. “Apakah ini nyata ? Itu adalah keluarganya Laili. Apa mungkin Laili, apa yang terjadi sebenarnya, apa yang ia katakan dulu ?” Beberapa pertanyaan tak percaya keluar spontan dari mulutku. Aku akhirnya memberanikan diri menuju ke gundukan tanah yang baru saja ditaburi oleh bunga-bunga.
            Laili Puspita bin Marto Sukadi
            Lahir 13 Juni 1995
            Meninggal 15 Agustus 2014
Seakan tak percaya meski langit runtuh, ternyata memang tulisan yang terukir di batu nisan itu tidak salah. Aku juga tak tahu kenapa, tiba-tiba air mataku keluar dengan derasnya. Tapi kucoba untuk segera hentikannya. Kakiku menjadi lemah, aku pun tertunduk. Lalu aku mulai berdoa tepat di dekat rumah terakhirnya. Setelah proses penguburan selesai, aku coba tanyakan semuanya kepada keluarganya. Ternyata, menurut pengakuan ayah dan ibunya, ia baru boleh mengatakan semuanya setelah penguburannya selesai.

Ayah ibunya mengatakan bahwa sebenarnya Laili telah divonis meninggal sejak 6 bulan yang lalu karena menderita penyakit kanker. Kanker yang telah menjadi musuh mematikan kaum Hawa. Benar. Adalah kanker payudara yang telah merenggut nyawa anak kedua keluarga itu. Begitu pula membawa pergi satu-satunya perempuan selain ibuku yang aku sayangi. Entah apa yang ia katakan sewaktu pertemuan terakhir kami berdua tepat empat bulan yang lalu. Dan sekarang aku baru sadar, bahwa ia pasti melakukan ini semata-mata karena tidak ingin melihatku bersedih. Ibunya juga berkata bahwa mereka merahasiakan ini kepada semua teman-temannya. Apalagi jika temannya mengetahui ia sedang sakit, hanya akan membuat temannya ikut bersedih.

Aku pun paham akan perasaannya. Perasaan seorang perempuan yang tidak ingin membuat orang lain merasakan kepedihannya. Lalu aku teringat akan puisinya tadi pagi. Kucoba buat puisi spontan untuk membalas puisimu itu.
                        Apa kau melihat derasnya lautan kesedihan ini ?
                        Apa kau mendengar kerasnya bunyi kemuraman ini ?
                        Apa kau merasakan perih sakitnya sukma yang tersayat ini ?
                        Apa kau mencium aroma jiwa yang pilu ini ?
                                    Kau yang sekarang tertidur
                                    Tidurmu yang begitu lama
                                    Apakah kau tak ingin bangun ?
                                    Tak ingin ketahui isi hati ini ?
                                    Hati nurani yang begitu suci
                                    Sesuci cintaku padamu


***

Friday 23 May 2014

Sekeping Kata


Sekeping Kata


Suara sukma yang tersapu
Terbang melayang dengan bintang-bintang
Lewati bermil-mil lorong langit
Dalam kelamnya malam
Kuyakin suaraku ‘kan Kau dengar
Ucapan suci yang ciptakan cinta
Cintaku kepadaMu
Oh Tuhanku …

Wednesday 14 May 2014

Eling



Eling

Ngingeti kahanan saiki
Apa donya iki lagi tumekan ing pati
Akeh wong lanang wus ora kaya lanang
Akeh wong wadon wus ora kaya wadon
Panggonan kanggo ngibadah uga saya aneh
Sangsaya apik anamung sing teka ora akeh
Akeh maksiat lan sapanunggale
Ora wedi karo dosa lan Gustine
Jarene saiki wus nyedhaki dina kiamat
Dina pungkasan kang gawe kowe karo aku kudu ndang tobat
Golek amal ngibadah kagem sangu ing akherat

Dening Henri Firmansah, Rabu 14 Mei 2014

Friday 9 May 2014

Parikan LSS

Liverpool
Klambi abang kaya geni
Liverpool tetep neng ati …

                                    Sekolahanku
                     Tuku sega lawuh gule …
                                    Aja lali sinambi karo lalapan
                                    Sekolah kok padha wae …
                                    Angker amarga asale pasarean …

STM-ku
Enak mangan karo sate …
Lan sesandhingan sliramu …
Dulang-dulangan pancen krasa tentrem tenan
Urip kok kaya mangkene …
Telung taun ora mutu …
Amarga aneng STM salah jurusan …


                                                            Jumat / 9 Mei 2014

Wednesday 7 May 2014

ANALISIS KATALOG SANABUDAYA JILID I

ANALISIS KATALOG SANABUDAYA JILID I
MATA KULIAH KODIKOLOGI


















Oleh  :
Henri Firmansah          (C0112022)

PROGRAM STUDI SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

KATALOG INDUK NASKAH-NASKAH NUSANTARA JILID I
MUSEUM SANABUDAYA YOGYAKARTA
DISUNTING OLEH Dr.T.E. BEHREND
Tim Proyek :
Alan H. Feinstein, Banis Isma’un, Dra. Kartika Setyawati, R.M. Soetanto, R.M. Sutanto, Dra. Sri Ratnasakti Mulya, Yacobus Mulyadi, B.A., Ibu Karsemiyatun, Usdek Durmanto.
Penerbit DJAMBATAN

KATA PENGANTAR
            Museum Negeri Sonobudoyo (MSB) terletak di pojok Barat Laut Alun-alun Utara, Kraton Kasultanan, Yogyakarta. Museum ini didirikan pada tahun 1935 oleh Java Instituut, sebuah badan yang kegiatannya terfokus pada pengkajian serta pelestarian kebudayaan Jawa. Selama zaman kemerdekaan, museum ini tidak mengalami kerusakan, setelah merdeka, museum ini lalu ditarik oleh Pemerintah Republik masuk ke bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
            Sub-koleksi terbesar dan terpenting, dengan jumlah naskah sekitar 800 jilid, terdiri dari naskah-naskah yang dahulu dimiliki oleh Stichting Panti Boedaja, sebuah yayasan yang didirikan pada tahun 1930 untuk membantu pelestarian tradisi kesusastraan Jawa. Lalu kemudian dialih-aksarakan oleh tim penyalin.
            Koleksi naskah Panti Boedaja (PB) mula-mula disimpan di rumah Dr. H.. Kraemer di Surakarta, yang menduduki jabatan sekretaris umum PB dari 1931; tidak lama setelah Kraemer Pulang ke Belanda pada tahun 1935, maka PB memindahkan markas serta koleksinya menempati gedung samping kompleks MSB yang baru saja dibuka di Yogyakarta.

            Adapun informasi tentang sejarah sub-koleksi lain lebih sedikit ketimbang koleksi PB. Koleksi-koleksi yang ada termasuk:
1.      Naskah-naskah Sonobudoyo (SB). Jumlahnya sekitar 175 jilid dan dikumpulkan oleh museum sendiri, baik sebelum naskah PB masuk koleksi museum sebagai akibat perang, maupun sesudahnya dalam zaman Republik.
2.      Naskah-naskah “studie collectie” (SK). Jumlahnya sekitar 200, yang dahulu merupakan koleksi sumber-sumber penelitian yang dikumpulkan oleh Java Instituut.
3.      Naskah-naskah rontal (L). Koleksi lontar milik Java Instituut, dengan jumlah sekitar 200 cakepan. Informasi tentang asal-usul lontar ini amat sedikit; kebanyakan berasal dari Bali, tetapi ada juga dari pesisir utara jawa, bagian timur, tengah, dan barat. karena kekurangan waktu dan dana, sebagian besar dari lontar ini tidak sempat dibuat deskripsi dan mikrofilm oleh proyek.

Perlu juga diberitahukan di sini bahwa selain koleksi naskahnya, yang terdiri kurang lebih 1350 naskah, MSB juga memiliki koleksi buku cetak tentang sejarah dan kebudayaan Jawa maupun Indonesia pada umumnya yang dulu merupakan koleksi Java Instituut.
Mulai bulan Mei 1987 sampai dengan September 1987, sebuah proyek diselenggarakan di MSB dengan bantuan dari The Ford Foundation, Southeast Asian Microfilm Project, Kedutaan Besar Australia dan beberapa perusahaan di Jakarta. Tujuan utama proyek mencangkup tiga kegiatan; inventarisasi naskah milik MSB; pembuatan deskripsi mendetail untuk tiap naskah yang ada; dan perekaman isi naskah tersebut dengan teknologi mikrofilm
Semua deskripsi naskah yang dibuat oleh tim proyek, bersama lampiran dan informasi lain berasal dari catatan zaman PB, semuanya digabungkan bersama dalam sebuah katalog deskriptif koleksi naskah MSB.
Katalog ringkas ini terdiri dua bagian; deskripsi naskah dan bahan-bahan pelengkap. Lain dengan katalog-katalog lain, deskripsi naskah dalam katalog ini dibagi menurut kategori atau jenis sastra. Empat belas kategori dipakai dalam pengelompokan teks menurut jenis.
1.      Sejarah. Kategori ini berjumlah sekitar 160 naskah, ditandai dengan kode “S”.
2.      Silsilah. Kategori ini berjumlah sekitar 10 naskah, ditandai dengan kode “Sil”.
3.      Hukum. Kategori ini berjumlah sekitar 15 naskah, ditandai dengan kode “H”.
4.      Bab Wayang. Kategori ini berjumlah sekitar 100 naskah, ditandai dengan kode “W”.
5.      Sastra Wayang. Kategori ini berjumlah sekitar 50 naskah, ditandai dengan kode “SW”.
6.      Sastra. Kategori ini berjumlah sekitar 450 naskah, ditandai dengan kode “L”.
7.      Piwulang. Kategori ini berjumlah sekitar 200 naskah, ditandai dengan kode “P”.
8.      Islam. Kategori ini berjumlah sekitar 50 naskah, ditandai dengan kode “I”.
9.      Primbon. Kategori ini berjumlah sekitar 90 naskah, ditandai dengan kode “Pr”.
10.  Bahasa. Kategori ini berjumlah sekitar 20 naskah, ditandai dengan kode “B”.
11.  Musik. Kategori ini berjumlah sekitar 20 naskah, ditandai dengan kode “M”.
12.  Tari-tarian. Kategori ini berjumlah sekitar 20 naskah, ditandai dengan kode “T”.
13.  Adat-istiadat. Kategori ini berjumlah sekitar 40 naskah, ditandai dengan kode “F”.
14.  Lain-lain. Kategori ini berjumlah sekitar 30 naskah, ditandai dengan kode “LL”.

Untuk tiap naskah yang dideskripsikan, katalog memuat informasi sebagai berikut:
1.      Kode Proyek, misalnya MSB/S1, di mana MSB berarti Museum Sonobudoyo, S merupakan kode untuk naskah kategori Sejarah, dan 1 merupakan nomor urut.
2.      Judul. Untuk naskah majemuk yang memuat lebih dari tiga teks, biasanya kami berikan judul deskriptif, misalnya Serat Piwulang Warni-Warni dll.
3.      Nomor Koleksi, yaitu nomor naskah asli sebelum diproses oleh proyek. Bilamana seseorang peneliti ingin memeriksa sesuatu naskah, maka nomor ini dibutuhkan untuk mencari naskah tersebut pada tempatnya di rak-rak dalam ruang studi koleksi Java Instituut
4.      Jumlah Halaman. Catatan jumlah halaman biasanya merupakan jumlah halaman yang ditulisi dan belum tentu sama dengan jumlah halaman dalam penomoran naskah asli.
5.      Bahasa. Biasanya Jawa, Jawa Kuna, Arab, Melayu, Belanda.
6.      Aksara. Biasanya Jawa, Pegon, Bali, Latin, Arab.
7.      Bentuk. Biasanya tembang macapat, gedhe, tembang kawi (kakawin) atau prosa.
8.      Nomor Rol dan Nomor Urut. Tiap naskah yang dipotret dapat dibaca dari rekaman mikrofilm pada rol yang disebutkan di sini.
9.      Keterangan. Deskripsi naratif tentang teks dan naskah.

Karena kekurangan dan kesulitan pada waktu menyusun data-data, maka bahan ini tidak dapat dianggap komplit. Masih terdapat banyak informasi dari deskripsi naskah yang tidak diacu dalam bahan referensi ini.
1.      Daftar naskah lain. Memuat referensi naskah-naskah dari koleksi lain yang diacu dalam keterangan tentang naskah MSB.
2.      Daftar tarikh naskah. Memuat keterangan tentang tahun penulisan maupun penyalinan untuk tiap teks/naskah dalam koleksi MSB yang dapat dititimangsai berdasarkan informasi intern atau ekstern, eksplisit ataupun implisit.
3.      Daftar tempat asal. Memuat keterangan tentang tempat penulisan ataupun penyalinan untuk tiap teks/naskah dalam koleksi MSB yang dirunut berdasarkan informasi intern atau ekstern, eksplisit ataupun implisit.
4.      Daftar cap kertas. Memuat daftar tanda countermark (paraf pabrik) dan watermark (lambang) yang terdapat dalam naskah koleksi MSB.
5.      Indeks umum. Memuat lebih 20.000 referensi disusun di bawah 5.000 subjek, yang dikaitkan dengan kode naskah yang tersangkut. Yang dimasukkan dalam indeks ini ialah nama tokoh utama, judul teks, nama pengarang, nama penyalin, nama pemilik naskah, nama tempat, berbagai subjek dan lain-lain sebagainya.
6.      Daftar pustaka.
Atas bantuan dan sumbangannya masing-masing, kami ucapkan beribu-ribu terima kasih. Katalog ini tidak mungkin selesai tanpa kerja sama yang lancar antara segenap anggota Tim Proyek.

                                                                                                            Dr. T.E. Behrend
15 Juli 1989                                                                                                     Provo, Utah


BAHAN PELENGKAP
Daftar Naskah Lain
            Di bawah ini tercantum sejumlah naskah dari koleksi-koleksi lain yang diacu atau disebut dalam uraian naskah MSB.
1. BG              Koleksi Bataviaasch Genootschap, Perpustakaan Nasional, Jakarta
2. Br                Koleksi Brandes, Perpustakaan Nasional, Jakarta
3. CB               Koleksi Berg, Universitas Leiden
4. CS               Koleksi Cohen Stuart, Perpustakaaan Nasional, Jakaartaa
5. dHMvO      Museum voor het Onderwijs, Den Haag
6. LOr             Koleksi naskah timur, Universitas Leiden
7. Eng              Koleksi Engelenberg, Perpustakaan Nasional, Jakarta
8. KITLV        Koninklijk Instituut voor de Taal-, Land- en Volkenkunde, Leiden
9. NBS                        Koleksi Netherlands Bible Society, Universitas Leiden
10. Nr-Thp      Koleksi Pigeaud, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia
11. Nst                        Koleksi Noosten, Universitas Leiden
12. YKM         Kraton Yogyakarta, koleksi Kridamardaya dan Widyabudaya

Daftar Tarikh Naskah
            Pada lampiran ini terdaftar tanggal penulisan dan/atau penyalinan sejumlah naskah dari koleksi MSB. Kurun waktu tertentu – biasanya dalam periodisasi dua puluh lima tahun – ditulis di sebelah kiri, kemudian kode naskah yang teksnya digarap atau salinannya diturun dalam kurun waktu tertentu dicantumkan sebelahnya.

Daftar Tempat Asal Naskah
            Pada lampiran ini terdaftar tempat penulisan dan/atau penyalinan sejumlah naskah dari koleksi MSB. Nama tempat tertentu tertera di sebelah kiri, kemudian kode naskah yang teksnya digarap atau salinannya diturun di tempat tersebut dicantumkan di sebelahnya.

Daftar Cap Kertas
            Daftar cap kertas, memuat daftar tanda countermark (paraf pabrik) dan watermark (lambang) yang terdapat dalam naskah koleksi MSB.

Indeks Umum
Indeks umum, memuat lebih dari 20.000 referensi disusun di bawah 5.000 subyek, yang dikaitkan dengan kode naskah yang tersangkut. Yang dimasukkan dalaam indeks ini adalah, tokoh utama, judul teks, nama pengarang, nama penyalin, nama pemilik naskah, nama tempat, berbagai subyek dan lain-laain sebagainya.