Membuka Pintu Ketujuh
Kehidupan
Hari
sabtu, 4 Oktober 2014, aku bercerita. Sebuah cerita yang ‘kan kukenang.
Kukenang nanti di hari tua. Hari yang buat kita semua ‘kan teringat. Teringat
tentang segala memori indah. Begitu indah nan tak terlupakan.
Cerita
ini kumulai dari awal. Awal kuliah yang begitu indah. Semester satu sampai
empat kulalui. Kufokuskan ke berbagai organisasi. Konsentrasi ke kuliah dan
berbagai materinya. Terkadang kuluangkan waktuku ‘tuk pergi jalan-jalan. Meski
tak sesering teman-temanku yang lain. Dan sekarang ini, semester lima yang ada
di depan mata. Di umur yang sudah tepat berkepala dua. Seperti yang pernah
kukatakan dulu. “Hidup itu buatlah laksana pelangi, kuliah kulalui, organisasi
kuikuti, liburan kujalani, jalan-jalan kusempatkan, bisnis kulakukan, membaca
menulis menggambar kurutinkan, dan akhirnya kerja pun sedang kucoba.
Untuk
yang enam warna awal, sudah aku jalani semuanya pada pertengahan kuliah ini. Di
saat berbagai kebutuhan mendesak, mau tak mau harus bisa menghampiri uang dari
hasil sendiri. Hasil bisnis yang tidak tentu. Apa aku harus selalu minta terus
? Sampai kapan kau bisa berdiri sendiri ? Dan berbagai pertanyaan yang lain
selalu menghantuiku seseram setan gentayangan. Kucoba kupikirkan lagi. Aku
masih ada waktu setahun sebelum terjun ke jurang skripsi yang entah terjal atau
curam. ‘Kan kugunakan setahun ini untuk kerja. Kerja apalah itu yang penting
bisa hasil. Meski banyak sekali konsekuensinya. Toh seperti yang telah aku
tulis di atas, pelangi itu ada tujuh warna. Jika masih enam warna, hidupmu
belum bisa kusebut pelangi.
Lalu
masuk ke pintu ke tujuh di dalam hidupku. Pintu yang entah bisa menutup atau
membuka pintu yang lain. Demi menuju tingkat tujuh, ‘kan kutanggung segala
resikonya. Besar atau kecil. Kerja. Aku dan salah satu sahabatku, telah
mendapatkan pekerjaan. Bisa dibilang lumayan tidak begitu berat untukku. Karena
tempat kami yang berbeda. Aku hanya menunggu kios makanan dari negeri sakura.
Takoyaki namanya. Harganya yang selangit dan beda jauh dengan hidangan HIK
(Hidangan Istimewa Kampung) membuat pengunjungnya tidak terlalu
banyak. Hanya orang-orang yang tertentu saja. Jam kerjanya dimulai pukul 1
sampai 9 malam yang seperti dua wajah. Wajah depan yaitu efek positifnya.
Sesuai dengan jadwal kuliah. Jam 9 malam tidak terlalu buruk karena tidak
terlalu malam. Wajah belakang yaitu efek negatifnya. Jam-jam itu biasanya aku
pergi ke ruang komputer perpus pusat untuk dapatkan internet gratis. Dan
terpotonglah kesempatan tiap hari itu. Biasanya organisasi yang aku pegang
sekarang. LPM Kentingan terpaksa aku tinggalkan sementara kecuali hari sabtu
dan minggu. Lalu tiap sore biasanya juga voli di lapangan asrama. Dan kutinggal
salah satu olahraga yang kusenangi itu. Wah, apakah efek-efek lainnya ya ?
Salah
satu hal yang sulit sekali aku lepaskan adalah warna kedua. Pintu kedua itu
juga bisa membuka pintu ketiga, keempat, dan keenam. Bagiku, organisasi itu
yang paling berkesan dan ‘kan masuk dalam memori dalam yang terproteksi sampai
akhir nanti. Berbagai kenalan baru yang menjadi teman akrab sangat banyak.
Mahasiswa semua fakultas ada di dalamnya. Beberapa kegiatannya sangat
mengasyikkan. Bahkan liputan bisa sambil jalan-jalan. Dan masih banyak lagi
yang telah kulalui. Aku rasa tidak terlalu buruk jika aku tinggal untuk
sementara. Pun semester tujuh nanti aku berencana berhenti kerja. Dan bisa
kembali terjun ke mana pun aku suka. Tentu tanpa melupakan tugas utama. Skripsi
yang jadi fokus pertama.
Dan
kembali ke pekerjaan. Di sana aku mencatat pesanan sambil membuatnya. Layaknya
tugasnya Squidward dan Spongebob di Krusty Krab. Tidak terlalu rumit. Hanya
saja bisa menyusahkan jika ada empat pesanan dalam waktu berdekatan. Karena
hanya muat tiga porsi dalam satu wajan. Jika pembeli belum datang, ada efek
yang luar biasa yang aku dapatkan. Efek yang belum tentu kudapatkan jika aku
bekerja di tempat lain. Bahkan setelah kehidupan kuliah ini. Dalam satu hari,
aku bisa membaca sampai 80 halaman atau bahkan bisa lebih. Buku yang berhalaman
sekitar 300 pun bisa selesai dalam waktu tidak sampai empat hari penuh. Seperti
kata salah satu dosenku. Kiranya seperti ini. “Kau yang masih semester awal
ini, perbanyaklah membaca buku. Karena belum tentu kau bisa punya waktu membaca
jika sudah dihadapkan dengan skripsi”. Dan semoga sampai akhir semester lima
ini berakhir, aku yang berencana ganti pekerjaan lain, harus kuselesaikan
berpuluh-puluh buku yang belum sempat kubaca. Semoga saja.
Selain
untuk melengkapi hidupku untuk bisa indah laksana pelangi, jelas ada tujuan
lain yang ingin aku targetkan. Sesuai tema awal. Kerja. Niat awal yaitu kuingin
beli laptop lagi. Setelah menghilangkan laptop pertamaku. Laptopku yang
sekarang adalah sebagian dari uang liburan idul fitri kemarin. Dengan layar 10
inci, RAM 1 Gb, Hardisk 160 Gb, baterai cepat habis, dan sepertinya kurang
kompeten untuk kegemaranku sekarang ini. Dari kegemaranku bermain dengan
desain, aku perlu coreldraw dan photoshop. Dan semua program itu memerlukan RAM
lebih besar dan layar besar pula. Dan yang sangat menggangguku sekarang adalah
Hardisk hanya 160 Gb sangat kurang untuk pengoleksi film anime sepertiku.
Terpaksa aku titipkan dulu ke Hardisknya temanku. Yang lumayan menyusahkan lagi
adalah betapa lambatnya kinerja netbook ini. Apalagi jika sedang terkoneksi
dengan internet, menjadi sama cepatnya dengan siput yang sedang naik ke batang
pohon. Meski begitu, uniknya netbook ini belum terkena virus yang menyakitkan.
Praktis belum pernah instal ulang. Dan aku harus sabar untuk mendapatkan laptop
lagi. Cepat atau lambat.
Tujuan
lain adalah tujuan kecil. Atau bisa kukatakan hanya keinginan sesaat. Seperti
ingin beli jersey Liverpool. Dikarenakan performa si Merah yang agak redup,
redup pulalah niatku ‘tuk beli seragam kebesarannya. Lalu juga ingin beli raket
untuk bermain badminton. Memang, badminton adalah olahraga favoritku. Dan aku
juga ingin beli berbagai buku-buku. Untuk segera aku selesaikan dalam waktu
sekejap di tempat kerja. Jika ada waktu, aku juga ingin jalan-jalan ke tempat
yang belum pernah aku datangi. Memang aku dulunya tidak terlalu senang
jalan-jalan. Itu karena uang yang seharusnya bisa untuk makan beberapa hari,
bisa ludes terbakar di tangki bensin dan lain sebagainya. Tetapi jika sudah ada
uang hasil sendiri, Why not, baby ?
Dan
tak lupa, akhir pekan ini adalah liburan idul adha. Praktis untuk pertama
kalinya aku tidak pulang kampung untuk merayakan hari raya. Entahlah, kurang
lebih 19 tahun aku berada di rumah untuk menyaksikan idul adha. Tak apalah.
Yang aku pegang di sini adalah, jika aku telah menentukan sesuatu, maka segala
resikonya akan kutanggung. Memang berat meninggalkan organisasi, liburan,
jalan-jalan, dan sebagainya. Tetapi demi masa depan. Dan ini akan jadi cerita
indah di masa tua untuk anak cucuku nanti.
“Raihlah
pelangi kehidupanmu ...”
Henri Firmansah
0 comments:
Post a Comment