Wednesday 22 October 2014

Membuka Pintu Ketujuh Kehidupan

Membuka Pintu Ketujuh Kehidupan
            Hari sabtu, 4 Oktober 2014, aku bercerita. Sebuah cerita yang ‘kan kukenang. Kukenang nanti di hari tua. Hari yang buat kita semua ‘kan teringat. Teringat tentang segala memori indah. Begitu indah nan tak terlupakan.

            Cerita ini kumulai dari awal. Awal kuliah yang begitu indah. Semester satu sampai empat kulalui. Kufokuskan ke berbagai organisasi. Konsentrasi ke kuliah dan berbagai materinya. Terkadang kuluangkan waktuku ‘tuk pergi jalan-jalan. Meski tak sesering teman-temanku yang lain. Dan sekarang ini, semester lima yang ada di depan mata. Di umur yang sudah tepat berkepala dua. Seperti yang pernah kukatakan dulu. “Hidup itu buatlah laksana pelangi, kuliah kulalui, organisasi kuikuti, liburan kujalani, jalan-jalan kusempatkan, bisnis kulakukan, membaca menulis menggambar kurutinkan, dan akhirnya kerja pun sedang kucoba.

            Untuk yang enam warna awal, sudah aku jalani semuanya pada pertengahan kuliah ini. Di saat berbagai kebutuhan mendesak, mau tak mau harus bisa menghampiri uang dari hasil sendiri. Hasil bisnis yang tidak tentu. Apa aku harus selalu minta terus ? Sampai kapan kau bisa berdiri sendiri ? Dan berbagai pertanyaan yang lain selalu menghantuiku seseram setan gentayangan. Kucoba kupikirkan lagi. Aku masih ada waktu setahun sebelum terjun ke jurang skripsi yang entah terjal atau curam. ‘Kan kugunakan setahun ini untuk kerja. Kerja apalah itu yang penting bisa hasil. Meski banyak sekali konsekuensinya. Toh seperti yang telah aku tulis di atas, pelangi itu ada tujuh warna. Jika masih enam warna, hidupmu belum bisa kusebut pelangi.

            Lalu masuk ke pintu ke tujuh di dalam hidupku. Pintu yang entah bisa menutup atau membuka pintu yang lain. Demi menuju tingkat tujuh, ‘kan kutanggung segala resikonya. Besar atau kecil. Kerja. Aku dan salah satu sahabatku, telah mendapatkan pekerjaan. Bisa dibilang lumayan tidak begitu berat untukku. Karena tempat kami yang berbeda. Aku hanya menunggu kios makanan dari negeri sakura. Takoyaki namanya. Harganya yang selangit dan beda jauh dengan hidangan HIK (Hidangan Istimewa Kampung) membuat pengunjungnya tidak terlalu banyak. Hanya orang-orang yang tertentu saja. Jam kerjanya dimulai pukul 1 sampai 9 malam yang seperti dua wajah. Wajah depan yaitu efek positifnya. Sesuai dengan jadwal kuliah. Jam 9 malam tidak terlalu buruk karena tidak terlalu malam. Wajah belakang yaitu efek negatifnya. Jam-jam itu biasanya aku pergi ke ruang komputer perpus pusat untuk dapatkan internet gratis. Dan terpotonglah kesempatan tiap hari itu. Biasanya organisasi yang aku pegang sekarang. LPM Kentingan terpaksa aku tinggalkan sementara kecuali hari sabtu dan minggu. Lalu tiap sore biasanya juga voli di lapangan asrama. Dan kutinggal salah satu olahraga yang kusenangi itu. Wah, apakah efek-efek lainnya ya ?

            Salah satu hal yang sulit sekali aku lepaskan adalah warna kedua. Pintu kedua itu juga bisa membuka pintu ketiga, keempat, dan keenam. Bagiku, organisasi itu yang paling berkesan dan ‘kan masuk dalam memori dalam yang terproteksi sampai akhir nanti. Berbagai kenalan baru yang menjadi teman akrab sangat banyak. Mahasiswa semua fakultas ada di dalamnya. Beberapa kegiatannya sangat mengasyikkan. Bahkan liputan bisa sambil jalan-jalan. Dan masih banyak lagi yang telah kulalui. Aku rasa tidak terlalu buruk jika aku tinggal untuk sementara. Pun semester tujuh nanti aku berencana berhenti kerja. Dan bisa kembali terjun ke mana pun aku suka. Tentu tanpa melupakan tugas utama. Skripsi yang jadi fokus pertama.

            Dan kembali ke pekerjaan. Di sana aku mencatat pesanan sambil membuatnya. Layaknya tugasnya Squidward dan Spongebob di Krusty Krab. Tidak terlalu rumit. Hanya saja bisa menyusahkan jika ada empat pesanan dalam waktu berdekatan. Karena hanya muat tiga porsi dalam satu wajan. Jika pembeli belum datang, ada efek yang luar biasa yang aku dapatkan. Efek yang belum tentu kudapatkan jika aku bekerja di tempat lain. Bahkan setelah kehidupan kuliah ini. Dalam satu hari, aku bisa membaca sampai 80 halaman atau bahkan bisa lebih. Buku yang berhalaman sekitar 300 pun bisa selesai dalam waktu tidak sampai empat hari penuh. Seperti kata salah satu dosenku. Kiranya seperti ini. “Kau yang masih semester awal ini, perbanyaklah membaca buku. Karena belum tentu kau bisa punya waktu membaca jika sudah dihadapkan dengan skripsi”. Dan semoga sampai akhir semester lima ini berakhir, aku yang berencana ganti pekerjaan lain, harus kuselesaikan berpuluh-puluh buku yang belum sempat kubaca. Semoga saja.

            Selain untuk melengkapi hidupku untuk bisa indah laksana pelangi, jelas ada tujuan lain yang ingin aku targetkan. Sesuai tema awal. Kerja. Niat awal yaitu kuingin beli laptop lagi. Setelah menghilangkan laptop pertamaku. Laptopku yang sekarang adalah sebagian dari uang liburan idul fitri kemarin. Dengan layar 10 inci, RAM 1 Gb, Hardisk 160 Gb, baterai cepat habis, dan sepertinya kurang kompeten untuk kegemaranku sekarang ini. Dari kegemaranku bermain dengan desain, aku perlu coreldraw dan photoshop. Dan semua program itu memerlukan RAM lebih besar dan layar besar pula. Dan yang sangat menggangguku sekarang adalah Hardisk hanya 160 Gb sangat kurang untuk pengoleksi film anime sepertiku. Terpaksa aku titipkan dulu ke Hardisknya temanku. Yang lumayan menyusahkan lagi adalah betapa lambatnya kinerja netbook ini. Apalagi jika sedang terkoneksi dengan internet, menjadi sama cepatnya dengan siput yang sedang naik ke batang pohon. Meski begitu, uniknya netbook ini belum terkena virus yang menyakitkan. Praktis belum pernah instal ulang. Dan aku harus sabar untuk mendapatkan laptop lagi. Cepat atau lambat.

            Tujuan lain adalah tujuan kecil. Atau bisa kukatakan hanya keinginan sesaat. Seperti ingin beli jersey Liverpool. Dikarenakan performa si Merah yang agak redup, redup pulalah niatku ‘tuk beli seragam kebesarannya. Lalu juga ingin beli raket untuk bermain badminton. Memang, badminton adalah olahraga favoritku. Dan aku juga ingin beli berbagai buku-buku. Untuk segera aku selesaikan dalam waktu sekejap di tempat kerja. Jika ada waktu, aku juga ingin jalan-jalan ke tempat yang belum pernah aku datangi. Memang aku dulunya tidak terlalu senang jalan-jalan. Itu karena uang yang seharusnya bisa untuk makan beberapa hari, bisa ludes terbakar di tangki bensin dan lain sebagainya. Tetapi jika sudah ada uang hasil sendiri, Why not, baby ?

            Dan tak lupa, akhir pekan ini adalah liburan idul adha. Praktis untuk pertama kalinya aku tidak pulang kampung untuk merayakan hari raya. Entahlah, kurang lebih 19 tahun aku berada di rumah untuk menyaksikan idul adha. Tak apalah. Yang aku pegang di sini adalah, jika aku telah menentukan sesuatu, maka segala resikonya akan kutanggung. Memang berat meninggalkan organisasi, liburan, jalan-jalan, dan sebagainya. Tetapi demi masa depan. Dan ini akan jadi cerita indah di masa tua untuk anak cucuku nanti.

“Raihlah pelangi kehidupanmu ...”

Henri Firmansah

0 comments:

Post a Comment