Antara Remaja dan
Dewasa
“Apakah aku memang telah dewasa ?”
“Apakah
aku harus mulai hidup mandiri ?”
“Akankah
hidup ini sangat sulit ?”
“Berapakah
masalah yang telah aku alami ?”
“Akankah muncul berbagai masalah
lagi ?”
“Akankah
aku bisa menyelesaikan itu semua ?”
Halo
semuanya, apa kalian belum kenal siapa aku ?. Jika belum, maka geser terus pointer mouse kalian. Atau langsung saja
ya. Akan aku percepat. Namaku Henri. Lengkapnya tambahi aja Firmansah. Seperti dalam
segala konten cerpen. Pasti ada sesi pengenalan. Lalu berlanjut menuju ke inti
cerita dengan berbagai konflik menghadang. Dan penyelesaian pun pasti
mendatanginya. And then, ending. Sesuai
judul tulisan kali ini yaitu “Antara Remaja dan Dewasa”. Aku akan bercerita
tentang beberapa masalah yang aku alami saat ini. Untuk kali ini juga, aku
takkan mengotak-atik tulisanku seperti halnya tulisanku sebelumnya. Terlalu
banyak coretan, huruf tebal, garis bawah, blok, warna-warni, dan lain
sebagainya. Karena ini masalahnya agak serius. Dengan menulis aku mengeluarkan
segala unek-unek yang terdalam.
Dengan menulis pula aku akan mengetahui beberapa masalahku dan kalaupun ada
pemecahannya. Tak perlu berlama-lama lagi guys.
Let’s start.
Aku
yang sekarang ini menulis. Memang masih berumur 19 tahun. Masih beberapa bulan
lagi akan menuju ke dekade kedua. Suatu umur di mana sangat sulit untuk
mengatur waktu, merencanakan masa depan, dan lain-lain. Aku merasa, masa-masa
ini adalah waktu yang sangat menentukan. Bisa berpikir secara dewasa,
melepaskan kebiasaan ala anak remaja, dan intinya mulai menghadapi dunia yang
baru. Meski begitu sekarang ini aku juga sedang kuliah. Baru saja setahun yang
lalu aku masuk ke salah satu universitas yang terkenal di kota budaya,
Surakarta. Kalau anak yang seumuran denganku yang tidak kuliah, pasti sudah
mulai kerja atau membuka usaha untuk menata masa depan. Aku rasa aku sekarang
sedang mengambang. Belum bisa bekerja atau membuka usaha karena kuliah, dan
tuntutan umur yang sepertinya memaksaku untuk bisa hidup mandiri. Entahlah,
sampai sekarang pun, aku belum tahu bagaimana caranya untuk keluar dari
kesulitan ini.
Berbagai
permasalahan pun muncul ketika aku kuliah. Tentunya yang ingin aku bahas ini
adalah masalah bagaimana caranya mengatur waktu. Itu yang utama. Sekarang ini,
mau makan tiga kali sehari aja hampir mustahi aku lakukan. Pernah bisa makan
tiga kali sehari hanya ketika ada acara di suatu tempat. Yang sudah tertera
jadwal untuk makan. Tetapi ketika waktu-waktu biasa, selonggar-longgarnya waktu
yang aku punya, jarang sekali bisa mengatur waktu untuk makan. Bahkan parahnya
pernah pula makan hanya sekali dalam sehari. Entah alasanku yang terlalu
mengada-ada. Salah satu alasanku adalah ketika tidak ada waktu luang hari itu.
Terkadang juga aku tidak mau makan ketika patah semangat. Dan sebenarnya masih
banyak alasan-alasan lain. Itu semua baru mengatur waktu untuk makan. Bagaimana
dengan yang lain ?. Seperti mengatur keuangan, mengatur jam istirahat, mengatur
jam pergi ke rumah teman, mengatur urusan organisasi, mengatur waktu beribadah,
mengatur waktu belajar, mengatur hal-hal kecil lainnya.
Permasalahan
baru pun muncul. Ketika ini, aku sedang berada di kota yang jauh dari keluarga.
Mau tidak mau aku harus membereskan semua masalahku seorang diri. Sekarang aku
menginap di asrama mahasiswa. Memang kamarnya luas. Pun itu aku pakai sendiri.
Jadi banyak ruang yang bisa aku gunakan. Tetapi inilah rasanya hidup. Jika aku
kehabisan air galon, maka aku harus beli sendiri. Jika aku kelaparan, pasti
harus segera makan sendiri. Jika kamarku kotor, aku bersihkan sendiri. Jika aku
merasa gerah, aku harus beli kipas angin. Jika aku kehabisan bensin motor, mau
tak mau harus ke SPBU. Jika pakaian telah kotor, harus aku cuci sendiri. Jika
aku sakit, bagaimana caranya aku merawat diriku sendiri ?. Tanpa bantuan dari
keluargaku. Andaikata aku berada di rumah, jika aku sakit, masih ada keluargaku
yang sangat peduli denganku. Atau ini adalah satu tanda bahwa aku mulai
menginjak ke fase kehidupan yang baru. Yaitu bagaimana menjalani hidup yang
bisa dibilang gampang-gampang susah ini.
Satu
masalah lagi yang menarik di sini yang aku alami adalah, berpikir dahulu
sebelum membeli sesuatu. Aku sering makan ikan, daging, pokoknya lauk pauk yang
enak-enak ketika di rumah. Kalau di sini, melihat ikan goreng, hati pun
menginginkannya. Tetapi harga yang berkata dan terkesan tidak terlalu
bersahabat denganku. Lucunya seperti ini. Ketika aku di rumah, aku tidak
terlalu memikirkan bagaimana caranya keluargaku membeli lauk pauk. Namun ketika
aku yang di sini membelinya, sungguh terasa sekali. Bukannya pelit, tetapi ini
adalah manajemen keuangan. Aku berpikir pula ketika aku sering makan enak-enak
di rumah, entah itu usaha keras dari keluargaku yang aku belum merasakan
bagaimana prosesnya. Proses untuk mencapai kemakmuran hidup dan bisa menghidupi
seluruh anggota keluarga. Aku merasa bersalah sekali jika aku terlalu sering
menghabiskan uangku hanya untuk kenikmatan sementara itu.
Masalah
pun belum tuntas, malah bertambah lagi. Jika aku melihat kos teman atau
rumahnya, pasti ada makanan ringan yang tersedia banyak. Tidak cuma itu. Ada
pula yang membawa camilan dan sepertinya harganya melebihi ikan goreng tadi.
Memang, aku tahu. Ia pasti anak orang kaya dan keluarganya sangat sayang
padanya. Aku sendiri ketika melihat hal itu, dari penglihatan memang biasa
saja. Tetapi dari hati yang terdalam serasa, apakah aku terlalu mengekang
diriku ?. Kurang memerhatikannya. Di sisi lain, aku tidak melihat hal ini sebagai
bentuk pemborosan. Memang sudah sewajarnya jika manusia juga memerlukan itu.
Sampai sekarang pun, aku berpikir. Aku terlalu memanjakan diriku jika aku
membeli jajanan itu. Memang ini terdengar lucu jika kalian baca. Memang inilah
masalahku. Antara mengekang diri dengan mengurangi membeli jajanan. Atau
terlalu memanjakan diri dengan membeli jajanan itu.
Satu
hal lagi yang belum aku tulis. Jika aku di rumah, pasti ada buah-buahan yang
bisa aku makan. Entah itu beli atau dapat secara cuma-cuma. Di sini, selama
hampir dua tahun kuliah ini aku sama sekali belum pernah membeli satu pun
buah-buahan. Menurut penelitian dari berbagai ahli, memang buah-buahan memunyai
kandungan yang berguna bagi tubuh. Aku berpikir lagi. Jika aku membeli
buah-buahan, uang yang seharusnya aku belikan makanan pasti terkurangi. Ah,
rasanya rugi jika aku beli buah. Begitulah yang aku pikirkan. Dengan begitu,
praktis aku baru bisa makan buah-buahan ketika pulang ke kampung halaman.
Ditambah lagi ibuku ketika menelponku terus menyuruhku untuk membeli
buah-buahan. Dan sampai detik ini pun, detik ketika aku menulis kata-kata ini,
aku belum melaksanakan perintah ibuku. Apakah aku anak yang tidak taat orang
tua ?. Ataukah aku yang terlalu menghemat uang pemberian orang tua ?. Kedua
pertanyaan itu tidak ingin aku jawab.
Ada
lagi satu masalah yang lumayan membuatku harus berpikir. Ketika melihat dan
mendengarkan materi kuliah. Para dosen selalu menghimbau agar aku dan
teman-temanku menambah koleksi bacaannya. Bukan hanya membeli buku, tetapi juga
membacanya. Kalau terlalu pelit untuk membeli buku, maka bisa pergi ke
perpustakaan. Meski begitu, jujur saja. Ketika aku ke perpus, aku pasti menuju
ke ruang komputernya atau memakai laptopku sendiri untuk mendapatkan koneksi
internet. Selain itu pula, aku memang salah satu mahasiswa yang tergolong agak
malas untuk membaca buku apalagi yang tebal dan jika tidak menyukai konten yang
ada di dalamnya. Pun buku di perpus juga tidak selengkap yang aku kira. Mau
tidak mau aku harus mencari buku itu di toko buku. Dan ketika itulah, konflik
muncul ke permukaan lagi. Berangkat dari pemikiranku yang terkesan buruk.
Menjulur menginfeksi otak dan perasaanku. Aku pun tidak jadi membeli buku-buku
yang sebenarnya berisi ilmu penting. Akankah ini tanda aku sedang menuju ke
jurang kebodohan karena buruknya pemanajemenan keuanganku ?.
Cerita
lain lagi muncul ketika aku masih ada di kos lama. Ketika itu, aku baru membawa
sendal dari rumah. Lumayan bagus. Tetapi kudapatkan dengan cara yang tidak
terlalu bagus. Katakan saja itu aku dapatkan dengan penukaran sengaja yang aku
lakukan di suatu masjid. Dan benda itu tidak terlalu bertahan lama. Dengan kata
lain hilang. Lalu aku membawa sendal lagi dari rumah. Kali ini dengan kualitas
jauh di bawah daripada yang hilang tadi. Aku juga tidak tahu kenapa. Sendal itu
hilang lagi. Aneh tapi terjadi. Inikah kehidupan anak kos ? Selain itu, aku
juga baru saja membeli sepatu baru. Belum ada seminggu aku pakai, sepatu itu
langsung lenyap entah terbawa atau pergi dengan seseorang. Karena hal itu, aku
memakai lagi sepatu yang aku pakai sewaktu SMK dulu. Penuh dengan segala
kerusakannya, sepatu itu selalu menemaniku sampai sekarang. Orang tuaku
terkadang selalu menanyakan di mana sepatuku yang hilang itu. Aku lantas tidak
mengatakannya waktu itu. Karena berbagai kejadian kehilangan itu, aku
memutuskan untuk pindah. Ke asrama mahasiswa. Tempat yang sangat cocok
denganku. Waktu demi waktu terus berlalu, akhirnya aku memberitahu keluargaku
bahwa sepatuku telah hilang. Lalu aku pun belum mau membeli sepatu baru lagi
sampai sekarang.
Masalah-masalah
di atas memang tidak terlalu besar. Ada satu masalah yang lumayan besar
kuhadapi beberapa bulan yang lalu. Ketika itu beberapa hari sebelum bulan puasa
ramadan. Hari minggu pagi. Aku berada di rumah kontrakan temanku. Tepatnya di
lantai dua. Semuanya telah terlelap. Tinggal aku sendirian yang masih aktif.
Motorku di depan rumah kontrakan tidak aku kunci. Jam telah menunjukkan pukul 2
pagi. Aku pikir ada pencuri yang akan mencuri motorku. Aku lihat lagi motorku
masih ada. Daripada beresiko dicuri, motorku pun aku masukkan ke parkiran dalam
rumah. Jam setengah 3 lalu aku tidur. Lampu masih menyala dan pintu bagian
bawah tidak dikunci. Ruangan kamar juga tidak ditutup. Baru saja tidur setengah
jam, aku langsung dibangunkan. Ada yang menanyakan di mana laptopnya berada.
Aku pun enggan untuk bangun. Tetapi teman-temanku memaksaku untuk bangun dan
memeriksa laptop. Dan alangkah kagetnya jiwa dan ragaku. Laptopku dan milik dua
temanku lenyap. Serasa aku kehilangan bagian dari diriku. Entah itu dokumenku
terdahulu. Tetapi sebagian besar data sudah aku simpan di hardisk. Dan itulah
kejadian yang membuat aku sangat sedih sekali dan menyesal bahkan sampai
sekarang. Keluargaku selalu menanyakan di mana laptopku. Untuk kesekian kalinya
aku belum mau menjawab. Pada akhirnya aku bercerita dengan nenekku. Dengan
penuh penyesalan aku mengatakan bahwa bukan hanya laptop yang hilang. Tetapi
juga berbagai sendal dan sepatu itu pula. Dan satu hal. Ini belum aku ceritakan
kepada bapak dan ibuku. Aku hanya tidak ingin membebani pikiran mereka berdua.
Memang
masih banyak lagi permasalahan yang aku hadapi selama ini. Akan menghabiskan
berbagai lembar dan berhari-hari jika mau menulis semuanya. Jadi aku putuskan
untuk mengakhiri tulisan tentang berbagai masalah ini. Dan aku lanjutkan menuju
ke penyelesaian. Setidaknya jika memang ada penyelesaiannya. Walau begitu, aku
tetap harus menemukan titik terangnya. Titik terang akan segala permasalahanku
ini. Beberapa hari yang lalu, ibuku menelponku lagi. Aku pun menceritakan
bagaimana kehidupanku ketika berada di kota Solo ini. Mendengar hampir semua
masalahku, ibuku langsung memberikan nasehatnya. Intinya jangan terlalu memikirkan
tentang uang. Entah uang untuk membeli makanan, buku, perlengkapan lainnya,
buah-buahan, jajanan, dan yang lainnya. Fokus saja dengan kuliah. Ibuku juga
menambahkan jika aku membutuhkan uang, katakan saja. Maka ibuku pasti akan
segera mengirimkannya. Memang, tujuan dari ibuku sendiri yang sekarang sedang
berjuang sampai ke luar negeri hanya untuk menghidupiku, adikku, dan keluargaku
yang ada di kampung halamanku. Jika aku terlalu berhemat sampai makan saja satu
kali sehari, dan jarang minum karena air galon habis, ibuku pasti sedih. Suatu
ketika, ibuku sedang makan enak di sana, pasti teringat akan aku dan keluargaku
yang ada di rumah. Sedang makan apa mereka ?. Ibu makan buah-buahan yang enak
di sini, apakah anak-anakku juga demikian ?. Kalau adikku tentu makannya sudah
terjamin. Tetapi bagaimana dengan anakku yang sekarang berada di Solo ?. Maka
ibuku juga sangat menghimbauku agar tidak terlalu pelit dan mau mengatakan apa
pun yang aku butuhkan.
Memang,
ibuku sangat pengertian akan keadaanku. Aku yang seharusnya sudah bisa
menghasilkan tetapi nyatanya malah menyedot pengeluaran. Tetapi ibuku sangat
tulus untuk membiayai kuliahku dan segala kebutuhanku. Katanya, apa gunanya aku
kerja jauh-jauh ke sini jika anakku tidak memanfaatkan hasil usaha kerasku ?.
Sungguh. Memang orang tua yang tiada bandingannya. Rasa sayangnya sangat besar.
Anak berusia 19 tahun masih ia jamin kebutuhannya. Aku tahu, 19 tahun memang
waktu yang lumayan lama. Tetapi pasti harapan dari ibuku adalah, selama aku
kecil sampai bisa menghasilkan, ia akan selalu merawatku. Jika ia telah
mencapai masa-masa tua, giliranku untuk merawatnya. Aku tahu hal itu pasti akan
datang. Dan aku memutuskan untuk menepati janji itu sama halnya ketika ibuku selalu
setia merawatku selama ini. Entah kurasa, ini lumayan menyelesaikan masalahku.
Yang perlu aku lakukan sekarang adalah fokus kuliah dan mencari kesempatan
kerja atau membuka usaha. Agar nantinya aku bisa benar-benar bisa membiayai
kebutuhan masa depanku.
Pelajaran
yang bisa aku petik di sini ada beberapa. Antara lain yaitu janganlah terlalu
mengekang diri dengan pemahaman akan penghematan yang berlebihan. Jika memang
itu kebutuhan, maka belilah, tidak ada salahnya pula jika aku membelinya. Lalu
mulailah mengatur waktumu. Jangan terlalu egois dengan berbagai kesibukanmu.
Makan tiga kali sehari memang sangat penting. Kalau sakit maag pasti tahu
sendiri bagaimana rasanya. Percayalah bahwa masih ada orang yang sangat peduli
denganmu melebihi siapa pun. Yaitu keluargamu. Dunia ini bukanlah dunia yang
terpisah. Jadi, selama ada mereka, kamu jangan merasa bahwa kamu bisa
menyelesaikan semua masalah itu sendirian. Taatlah pada perintah orang tua.
Selama mereka masih memberikan nasehat baik padamu. Karena jika kau menaatinya,
pasti masalahmu bisa segera teratasi. Dan masih banyak lagi pelajaran lain yang
bisa dipetik di sini. Untuk yang terakhir kalinya, terima kasih lagi karena
telah membaca sampai tuntas tulisanku kali ini. Semoga kalian semua juga
mempunyai cerita nyata yang lebih bagus daripada aku. Tentunya lebih beruntung
daripada aku yang sekarang ini.
Sekian.
Thank you.
Henri
Firmansah on 21.33 Selasa 18/02/2014
0 comments:
Post a Comment