Thursday 20 February 2014

Antara Remaja dan Dewasa

Antara Remaja dan Dewasa

 “Apakah aku memang telah dewasa ?”
 “Apakah aku harus mulai hidup mandiri ?”
 “Akankah hidup ini sangat sulit ?”
 “Berapakah masalah yang telah aku alami ?”
 “Akankah muncul berbagai masalah lagi ?”
 “Akankah aku bisa menyelesaikan itu semua ?”


Halo semuanya, apa kalian belum kenal siapa aku ?. Jika belum, maka geser terus pointer mouse kalian. Atau langsung saja ya. Akan aku percepat. Namaku Henri. Lengkapnya tambahi aja Firmansah. Seperti dalam segala konten cerpen. Pasti ada sesi pengenalan. Lalu berlanjut menuju ke inti cerita dengan berbagai konflik menghadang. Dan penyelesaian pun pasti mendatanginya. And then, ending. Sesuai judul tulisan kali ini yaitu “Antara Remaja dan Dewasa”. Aku akan bercerita tentang beberapa masalah yang aku alami saat ini. Untuk kali ini juga, aku takkan mengotak-atik tulisanku seperti halnya tulisanku sebelumnya. Terlalu banyak coretan, huruf tebal, garis bawah, blok, warna-warni, dan lain sebagainya. Karena ini masalahnya agak serius. Dengan menulis aku mengeluarkan segala unek-unek yang terdalam. Dengan menulis pula aku akan mengetahui beberapa masalahku dan kalaupun ada pemecahannya. Tak perlu berlama-lama lagi guys. Let’s start.

Aku yang sekarang ini menulis. Memang masih berumur 19 tahun. Masih beberapa bulan lagi akan menuju ke dekade kedua. Suatu umur di mana sangat sulit untuk mengatur waktu, merencanakan masa depan, dan lain-lain. Aku merasa, masa-masa ini adalah waktu yang sangat menentukan. Bisa berpikir secara dewasa, melepaskan kebiasaan ala anak remaja, dan intinya mulai menghadapi dunia yang baru. Meski begitu sekarang ini aku juga sedang kuliah. Baru saja setahun yang lalu aku masuk ke salah satu universitas yang terkenal di kota budaya, Surakarta. Kalau anak yang seumuran denganku yang tidak kuliah, pasti sudah mulai kerja atau membuka usaha untuk menata masa depan. Aku rasa aku sekarang sedang mengambang. Belum bisa bekerja atau membuka usaha karena kuliah, dan tuntutan umur yang sepertinya memaksaku untuk bisa hidup mandiri. Entahlah, sampai sekarang pun, aku belum tahu bagaimana caranya untuk keluar dari kesulitan ini.

Berbagai permasalahan pun muncul ketika aku kuliah. Tentunya yang ingin aku bahas ini adalah masalah bagaimana caranya mengatur waktu. Itu yang utama. Sekarang ini, mau makan tiga kali sehari aja hampir mustahi aku lakukan. Pernah bisa makan tiga kali sehari hanya ketika ada acara di suatu tempat. Yang sudah tertera jadwal untuk makan. Tetapi ketika waktu-waktu biasa, selonggar-longgarnya waktu yang aku punya, jarang sekali bisa mengatur waktu untuk makan. Bahkan parahnya pernah pula makan hanya sekali dalam sehari. Entah alasanku yang terlalu mengada-ada. Salah satu alasanku adalah ketika tidak ada waktu luang hari itu. Terkadang juga aku tidak mau makan ketika patah semangat. Dan sebenarnya masih banyak alasan-alasan lain. Itu semua baru mengatur waktu untuk makan. Bagaimana dengan yang lain ?. Seperti mengatur keuangan, mengatur jam istirahat, mengatur jam pergi ke rumah teman, mengatur urusan organisasi, mengatur waktu beribadah, mengatur waktu belajar, mengatur hal-hal kecil lainnya.

Permasalahan baru pun muncul. Ketika ini, aku sedang berada di kota yang jauh dari keluarga. Mau tidak mau aku harus membereskan semua masalahku seorang diri. Sekarang aku menginap di asrama mahasiswa. Memang kamarnya luas. Pun itu aku pakai sendiri. Jadi banyak ruang yang bisa aku gunakan. Tetapi inilah rasanya hidup. Jika aku kehabisan air galon, maka aku harus beli sendiri. Jika aku kelaparan, pasti harus segera makan sendiri. Jika kamarku kotor, aku bersihkan sendiri. Jika aku merasa gerah, aku harus beli kipas angin. Jika aku kehabisan bensin motor, mau tak mau harus ke SPBU. Jika pakaian telah kotor, harus aku cuci sendiri. Jika aku sakit, bagaimana caranya aku merawat diriku sendiri ?. Tanpa bantuan dari keluargaku. Andaikata aku berada di rumah, jika aku sakit, masih ada keluargaku yang sangat peduli denganku. Atau ini adalah satu tanda bahwa aku mulai menginjak ke fase kehidupan yang baru. Yaitu bagaimana menjalani hidup yang bisa dibilang gampang-gampang susah ini.

Satu masalah lagi yang menarik di sini yang aku alami adalah, berpikir dahulu sebelum membeli sesuatu. Aku sering makan ikan, daging, pokoknya lauk pauk yang enak-enak ketika di rumah. Kalau di sini, melihat ikan goreng, hati pun menginginkannya. Tetapi harga yang berkata dan terkesan tidak terlalu bersahabat denganku. Lucunya seperti ini. Ketika aku di rumah, aku tidak terlalu memikirkan bagaimana caranya keluargaku membeli lauk pauk. Namun ketika aku yang di sini membelinya, sungguh terasa sekali. Bukannya pelit, tetapi ini adalah manajemen keuangan. Aku berpikir pula ketika aku sering makan enak-enak di rumah, entah itu usaha keras dari keluargaku yang aku belum merasakan bagaimana prosesnya. Proses untuk mencapai kemakmuran hidup dan bisa menghidupi seluruh anggota keluarga. Aku merasa bersalah sekali jika aku terlalu sering menghabiskan uangku hanya untuk kenikmatan sementara itu.

Masalah pun belum tuntas, malah bertambah lagi. Jika aku melihat kos teman atau rumahnya, pasti ada makanan ringan yang tersedia banyak. Tidak cuma itu. Ada pula yang membawa camilan dan sepertinya harganya melebihi ikan goreng tadi. Memang, aku tahu. Ia pasti anak orang kaya dan keluarganya sangat sayang padanya. Aku sendiri ketika melihat hal itu, dari penglihatan memang biasa saja. Tetapi dari hati yang terdalam serasa, apakah aku terlalu mengekang diriku ?. Kurang memerhatikannya. Di sisi lain, aku tidak melihat hal ini sebagai bentuk pemborosan. Memang sudah sewajarnya jika manusia juga memerlukan itu. Sampai sekarang pun, aku berpikir. Aku terlalu memanjakan diriku jika aku membeli jajanan itu. Memang ini terdengar lucu jika kalian baca. Memang inilah masalahku. Antara mengekang diri dengan mengurangi membeli jajanan. Atau terlalu memanjakan diri dengan membeli jajanan itu.

Satu hal lagi yang belum aku tulis. Jika aku di rumah, pasti ada buah-buahan yang bisa aku makan. Entah itu beli atau dapat secara cuma-cuma. Di sini, selama hampir dua tahun kuliah ini aku sama sekali belum pernah membeli satu pun buah-buahan. Menurut penelitian dari berbagai ahli, memang buah-buahan memunyai kandungan yang berguna bagi tubuh. Aku berpikir lagi. Jika aku membeli buah-buahan, uang yang seharusnya aku belikan makanan pasti terkurangi. Ah, rasanya rugi jika aku beli buah. Begitulah yang aku pikirkan. Dengan begitu, praktis aku baru bisa makan buah-buahan ketika pulang ke kampung halaman. Ditambah lagi ibuku ketika menelponku terus menyuruhku untuk membeli buah-buahan. Dan sampai detik ini pun, detik ketika aku menulis kata-kata ini, aku belum melaksanakan perintah ibuku. Apakah aku anak yang tidak taat orang tua ?. Ataukah aku yang terlalu menghemat uang pemberian orang tua ?. Kedua pertanyaan itu tidak ingin aku jawab.

Ada lagi satu masalah yang lumayan membuatku harus berpikir. Ketika melihat dan mendengarkan materi kuliah. Para dosen selalu menghimbau agar aku dan teman-temanku menambah koleksi bacaannya. Bukan hanya membeli buku, tetapi juga membacanya. Kalau terlalu pelit untuk membeli buku, maka bisa pergi ke perpustakaan. Meski begitu, jujur saja. Ketika aku ke perpus, aku pasti menuju ke ruang komputernya atau memakai laptopku sendiri untuk mendapatkan koneksi internet. Selain itu pula, aku memang salah satu mahasiswa yang tergolong agak malas untuk membaca buku apalagi yang tebal dan jika tidak menyukai konten yang ada di dalamnya. Pun buku di perpus juga tidak selengkap yang aku kira. Mau tidak mau aku harus mencari buku itu di toko buku. Dan ketika itulah, konflik muncul ke permukaan lagi. Berangkat dari pemikiranku yang terkesan buruk. Menjulur menginfeksi otak dan perasaanku. Aku pun tidak jadi membeli buku-buku yang sebenarnya berisi ilmu penting. Akankah ini tanda aku sedang menuju ke jurang kebodohan karena buruknya pemanajemenan keuanganku ?.

Cerita lain lagi muncul ketika aku masih ada di kos lama. Ketika itu, aku baru membawa sendal dari rumah. Lumayan bagus. Tetapi kudapatkan dengan cara yang tidak terlalu bagus. Katakan saja itu aku dapatkan dengan penukaran sengaja yang aku lakukan di suatu masjid. Dan benda itu tidak terlalu bertahan lama. Dengan kata lain hilang. Lalu aku membawa sendal lagi dari rumah. Kali ini dengan kualitas jauh di bawah daripada yang hilang tadi. Aku juga tidak tahu kenapa. Sendal itu hilang lagi. Aneh tapi terjadi. Inikah kehidupan anak kos ? Selain itu, aku juga baru saja membeli sepatu baru. Belum ada seminggu aku pakai, sepatu itu langsung lenyap entah terbawa atau pergi dengan seseorang. Karena hal itu, aku memakai lagi sepatu yang aku pakai sewaktu SMK dulu. Penuh dengan segala kerusakannya, sepatu itu selalu menemaniku sampai sekarang. Orang tuaku terkadang selalu menanyakan di mana sepatuku yang hilang itu. Aku lantas tidak mengatakannya waktu itu. Karena berbagai kejadian kehilangan itu, aku memutuskan untuk pindah. Ke asrama mahasiswa. Tempat yang sangat cocok denganku. Waktu demi waktu terus berlalu, akhirnya aku memberitahu keluargaku bahwa sepatuku telah hilang. Lalu aku pun belum mau membeli sepatu baru lagi sampai sekarang.

Masalah-masalah di atas memang tidak terlalu besar. Ada satu masalah yang lumayan besar kuhadapi beberapa bulan yang lalu. Ketika itu beberapa hari sebelum bulan puasa ramadan. Hari minggu pagi. Aku berada di rumah kontrakan temanku. Tepatnya di lantai dua. Semuanya telah terlelap. Tinggal aku sendirian yang masih aktif. Motorku di depan rumah kontrakan tidak aku kunci. Jam telah menunjukkan pukul 2 pagi. Aku pikir ada pencuri yang akan mencuri motorku. Aku lihat lagi motorku masih ada. Daripada beresiko dicuri, motorku pun aku masukkan ke parkiran dalam rumah. Jam setengah 3 lalu aku tidur. Lampu masih menyala dan pintu bagian bawah tidak dikunci. Ruangan kamar juga tidak ditutup. Baru saja tidur setengah jam, aku langsung dibangunkan. Ada yang menanyakan di mana laptopnya berada. Aku pun enggan untuk bangun. Tetapi teman-temanku memaksaku untuk bangun dan memeriksa laptop. Dan alangkah kagetnya jiwa dan ragaku. Laptopku dan milik dua temanku lenyap. Serasa aku kehilangan bagian dari diriku. Entah itu dokumenku terdahulu. Tetapi sebagian besar data sudah aku simpan di hardisk. Dan itulah kejadian yang membuat aku sangat sedih sekali dan menyesal bahkan sampai sekarang. Keluargaku selalu menanyakan di mana laptopku. Untuk kesekian kalinya aku belum mau menjawab. Pada akhirnya aku bercerita dengan nenekku. Dengan penuh penyesalan aku mengatakan bahwa bukan hanya laptop yang hilang. Tetapi juga berbagai sendal dan sepatu itu pula. Dan satu hal. Ini belum aku ceritakan kepada bapak dan ibuku. Aku hanya tidak ingin membebani pikiran mereka berdua.

Memang masih banyak lagi permasalahan yang aku hadapi selama ini. Akan menghabiskan berbagai lembar dan berhari-hari jika mau menulis semuanya. Jadi aku putuskan untuk mengakhiri tulisan tentang berbagai masalah ini. Dan aku lanjutkan menuju ke penyelesaian. Setidaknya jika memang ada penyelesaiannya. Walau begitu, aku tetap harus menemukan titik terangnya. Titik terang akan segala permasalahanku ini. Beberapa hari yang lalu, ibuku menelponku lagi. Aku pun menceritakan bagaimana kehidupanku ketika berada di kota Solo ini. Mendengar hampir semua masalahku, ibuku langsung memberikan nasehatnya. Intinya jangan terlalu memikirkan tentang uang. Entah uang untuk membeli makanan, buku, perlengkapan lainnya, buah-buahan, jajanan, dan yang lainnya. Fokus saja dengan kuliah. Ibuku juga menambahkan jika aku membutuhkan uang, katakan saja. Maka ibuku pasti akan segera mengirimkannya. Memang, tujuan dari ibuku sendiri yang sekarang sedang berjuang sampai ke luar negeri hanya untuk menghidupiku, adikku, dan keluargaku yang ada di kampung halamanku. Jika aku terlalu berhemat sampai makan saja satu kali sehari, dan jarang minum karena air galon habis, ibuku pasti sedih. Suatu ketika, ibuku sedang makan enak di sana, pasti teringat akan aku dan keluargaku yang ada di rumah. Sedang makan apa mereka ?. Ibu makan buah-buahan yang enak di sini, apakah anak-anakku juga demikian ?. Kalau adikku tentu makannya sudah terjamin. Tetapi bagaimana dengan anakku yang sekarang berada di Solo ?. Maka ibuku juga sangat menghimbauku agar tidak terlalu pelit dan mau mengatakan apa pun yang aku butuhkan.

Memang, ibuku sangat pengertian akan keadaanku. Aku yang seharusnya sudah bisa menghasilkan tetapi nyatanya malah menyedot pengeluaran. Tetapi ibuku sangat tulus untuk membiayai kuliahku dan segala kebutuhanku. Katanya, apa gunanya aku kerja jauh-jauh ke sini jika anakku tidak memanfaatkan hasil usaha kerasku ?. Sungguh. Memang orang tua yang tiada bandingannya. Rasa sayangnya sangat besar. Anak berusia 19 tahun masih ia jamin kebutuhannya. Aku tahu, 19 tahun memang waktu yang lumayan lama. Tetapi pasti harapan dari ibuku adalah, selama aku kecil sampai bisa menghasilkan, ia akan selalu merawatku. Jika ia telah mencapai masa-masa tua, giliranku untuk merawatnya. Aku tahu hal itu pasti akan datang. Dan aku memutuskan untuk menepati janji itu sama halnya ketika ibuku selalu setia merawatku selama ini. Entah kurasa, ini lumayan menyelesaikan masalahku. Yang perlu aku lakukan sekarang adalah fokus kuliah dan mencari kesempatan kerja atau membuka usaha. Agar nantinya aku bisa benar-benar bisa membiayai kebutuhan masa depanku.

Pelajaran yang bisa aku petik di sini ada beberapa. Antara lain yaitu janganlah terlalu mengekang diri dengan pemahaman akan penghematan yang berlebihan. Jika memang itu kebutuhan, maka belilah, tidak ada salahnya pula jika aku membelinya. Lalu mulailah mengatur waktumu. Jangan terlalu egois dengan berbagai kesibukanmu. Makan tiga kali sehari memang sangat penting. Kalau sakit maag pasti tahu sendiri bagaimana rasanya. Percayalah bahwa masih ada orang yang sangat peduli denganmu melebihi siapa pun. Yaitu keluargamu. Dunia ini bukanlah dunia yang terpisah. Jadi, selama ada mereka, kamu jangan merasa bahwa kamu bisa menyelesaikan semua masalah itu sendirian. Taatlah pada perintah orang tua. Selama mereka masih memberikan nasehat baik padamu. Karena jika kau menaatinya, pasti masalahmu bisa segera teratasi. Dan masih banyak lagi pelajaran lain yang bisa dipetik di sini. Untuk yang terakhir kalinya, terima kasih lagi karena telah membaca sampai tuntas tulisanku kali ini. Semoga kalian semua juga mempunyai cerita nyata yang lebih bagus daripada aku. Tentunya lebih beruntung daripada aku yang sekarang ini.

Sekian.
Thank you.


Henri Firmansah on 21.33 Selasa 18/02/2014

0 comments:

Post a Comment