RANGKUMAN MEMBACA MANUSKRIP
Mata
Kuliah Membaca Manuskrip
Oleh :
Henri
Firmansah (C0112022)
PROGRAM STUDI SASTRA DAERAH
FAKULTAS
SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
Membaca
Manuskrip
Pengertian
membaca
Membaca
adalah melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang tertulis itu
(Poerwadarminta, 1984: 71). Pendapat lain mengatakan bahwa membaca adalah suatu
proses yang dilakukan untuk menangkap pesan dari pengarang kepada pembacanya
(Henry Guntur Tarigan, 1979: 7). Lalu ada juga yang mengatakan bahwa berbicara
dan membaca ada maksud yang serupa, karena sama-sama berfungsi sebagai
pengutaraan atau mengemukakan pendapat dan mengekspresikan pesan (Anderson,
1972: 3). Pada dasarnya membaca adalah proses untuk mengerti isi dari suatu
bacaan yang dibacanya.
Aspek-aspek
membaca
Telah
dijelaskan bahwa membaca merupakan suatu keterampilan yang meliputi:
1.
Keterampilan
yang bersifat mekanis, yang dianggap pemula adalah: pengenalan bentuk huruf,
pengenalan unsur-unsur kebahasaan, pengenalan hubungan ejaan dan bunyi, dan
kecepatan membaca yang dalam taraf lambat.
2.
Keterampilan
yang bersifat pemahaman, yang lebih lanjut dari pemula, yaitu meliputi:
memahami pengertian sederhana, memahami makna, penilaian, kecepatan membaca yang
fleksibel yang maksudnya mudah disesuaikan dengan keadaan (Waridi Hendrosaputra
dkk, 1992: 10-11).
Manuskrip
Berbicara
naskah Jawa atau manuskrip Jawa erat kaitannya dengan ilmu filologi. Filologi
adalah ilmu yang menyelidiki berbagai peninggalan nenek moyang masa lampau yang
tertulis di atas kertas, lontar, dluwang, kulit kayu, nipah, dsb. Semua bahan
tulisan tangan itu disebut naskah hanschrift
dengan singkatan hs untuk tunggal, dan hss untu jamak, manuscripts dengan singkatan ms untuk tunggal, dan mss untuk jamak.
Jadi naskah merupa-kan benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang.
Naskah-naskah Nusantara tertulis dalam berbagai tulisan baik yang bersumberkan
tulisan dari India Selatan yang merupakan perkem-bangan tulisan pallawa,
misalnya tulisan Jawa Kuna, Sunda Kuna Jawa Sundha, Arab, tulisan Arab-Melayu
atau tulisan Jawi, tulisan Pegon, tulisan gundhul atau gondhil (tak berambut).
Di samping itu juga ada tulisan Romawi.
Membaca
teks Jawa
Untuk
mampu membaca dan mengerti artinya, kita harus selalu menyiapkan kamus apabila
ada kata-kata sukar atau tidak jelas sama sekali pengertiannya. Hal ini bisa
diatasi yaitu mencari arti kata dalam kamus yang sudah ada. Adapun untuk
naskah-naskah Jawa, ke-banyakan ditulis dengan menggunakan huruf Jawa. Pemahaman
terhadap apa yang terkan-dung dalam bacaan merupakan hal yang pokok dari
kegiatan membaca.
Kecermatan
membaca manuskrip
Dalam
membaca manuskrip terutama untuk naskah-naskah Jawa sangat diperlukan
kecermatan karena huruf Jawa itu sangat silabus sehingga sulit dalam
pemenggalannya. Ke-cermatan di dalam membaca manuskrip bertujuan agar ada
kemurnian sehingga kita tidak mengadakan kesimpulan atau interpretasi
berdasarkan naskah yang patut diragukan keaslian-nya.
Peranan
pembaca dalam mengawetkan sastra Jawa
Dalam
membaca kadangkala si pembaca membuat ikhtisar, ringkasan atau rangkuman isi
teks dari suatu naskah. Maksud pengemukaan ikhtisar ini untuk memudahkan
pembaca atau peminat agar memperoleh gambaran isi teks secara menyeluruh. Dalam
ruang lingkup yang luas, naskah-naskah Nusantara terdiri dari berbagai jenis
bentuk dan isinya itu merupa-kan sumber utama yang penting bagi pendidikan
bahasa, sejarah, agama, peradaban, kebuda-yaan, politik masyarakat Nusantara
pada waktu silam. Oleh karena peranan pembaca dalam mengawetkan isi naskah Jawa
sangat penting agar kita dapat mengetahui alam pikiran dan pola kehidupan nenek
moyang pada masa lampau.
Naskah
Jawa
Di
Indonesia bahan naskah untuk karya sastra Jawa Kuna diebutkan semacam papan
atau batu bertulis, dan ini diperkirakan hanya sementara (Zoetmulder dalam
Kalangwan, 1974). Untuk naskah Jawa dipakai lontar, lalu juga dluwang yaitu
kertas dari kulit kayu, naskah Bali dan Lombok memakai lontar, naskah Batak
memakai kulit kayu, bambu, dan rotan. Bangsa Eropa pun akhirnya datang dan
mengganti dluwang karena dinilai kurang tahan lama. Naskah pada umumnya anonim
dan tidak berangka tahun. Prasasti sering menyebut nama penulisnya dan ada
kalanya memuat angka tahun yang ditulis dengan angka atau sengkalan.
Kodikologi
Kodikologi
yaitu ilmu kodeks. Kodeks adalah bahan tulisan tangan atau menurut The New Oxford Dictionary (1982) yaitu
“manuscript volume, esp of ancient texts”. Jadi gulung-an atau buku tulisan
tangan, terutama dari teks-teks klasik. Kodikologi mempelajari seluk-beluk atau
semua aspek naskah antara lain bahan naskah dan perkiraan umur naskah. Kodeks
hakikatnya berbeda dengan naskah. Kodeks adalah buku yang tersedia untuk
umum yang hampir selalu didahului oleh
sebuah naskah.
Pengertian
teks
Teks
adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat
dibayangkan saja. Perbedaan antara naskah dan teks akan terjadi jelas apabila
terdapat naskah yang muda, tetapi mengandung teks yang tua. Teks terdiri atas
isi yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca
dan bentuk yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut
berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya bahasa dan sebagainya. Ilmu
untuk mempelajarinya disebut tekstologi.
Penyalinan
Rangkaian
penurunan yang dilewati oleh suatu teks yang turun-temurun disebut tradisi.
Naskah diperbanyak karena orang ingin memiliki sendiri, mungkin karena naskah
asli sudah rusak, atau kekhawatiran terjadi sesuatu pada naskah asli. Mungkin
pula naskah disalin dengan tujuan magis ialah dengan menyalin suatu naskah
tertentu orang merasa mendapatkan kekuatan magis dari yang disalin itu.
Permasalahan
saat membaca naskah
Naskah
pada umumnya tidak menyebutkan waktu penulisannya. Maka umur naskah hanya dapat
dirunut dengan cara membaca keterangan dari dalam dan keterangan dari luar
naskah itu sendiri. Bisa pula penulis membuat catatan pada akhir teks yang
disebut kolofon. Apabila kolofon tidak ada, di naskah terkadang terdapat cap
air (watermark). Dengan demikian, dapat
diketahui tahun berapa kertas itu dibuat. Biasanya umur naskah tidak berbe-da
jauh dari umur kertas. Karena naskah biasanya selalu disalin, maka akhirnya
terdapat banyak naskah dengan judul yang sama. Kandungannya menunjukkan variasi
yang sesuai dengan sambutan penyalin, bahkan judul pun ada kalanya diubah.
Apakah dalam hal ini hanya judul saja yang diubah, teks yang terdapat di
dalamnya juga diubah, maka perlu pene-litian lebih lanjut. Ketidaksamaan dalam
berbagai teks, bisa disengaja atau tidak karena penyalinan, menimbulkan usaha
memurnikan teks. Para filolog melalui kritik teks berusaha mengembalikan teks
ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh penciptanya.
Permasalah
ejaan dalam membaca manuskrip
Penulisan
aksara Jawa yang disambung tiap kata (scriptio
continua), sedangkan penu-lisan aksara Latin yang dengan pemutusan kata,
sehingga dalam penyajian edisi teks sering terjadi kesalahan penulisan,
terutama pada masalah ejaan. Meskipun hanya ejaan, ternyata berdampak serius
karena bisa mengubah makna teks. Apabila teks tersebut dimaksudkan se-bagai
data, maka data yang salah tersebut jika dianalisis dengan pendekatan teori
yang bagai-manapun akan menghasilkan simpulan yang bias. Sejak tahun 1926
sebenarnya telah disusun pedoman penulisan bahasa Jawa dengan aksara Jawa
dengan judul Wewaton Panyeratipun Tembung
Jawi Mawi Sastra Jawi Dalasan Angka. Di samping itu telah disusun Pathokan Bab Panulise Basa Jawi Nganggo
Sastra Latin. Pedoman ini dirumuskan dan diputuskan pada Putusan Parepatan
Komisi Kasusatran Ing Sriwedari Surakarta dan diterbitkan tahun 1926. Pedoman
ini samping sekarang dikenal dengan sebutan Ejaan Sriwedari.
Terampil
membaca manuskrip Jawa
a.
Judul naskah
Sebagian
besar naskah yang relatif kuna tidak mempunyai judul secara eksplisit, dalam
arti judul itu hanya tersirat. Terkadang ada juga yang hilang. Judul naskah
biasanya tersurat pada kalimat pertama, bagian permulaan atau halaman pertama
teks. Namun kadang-kadang juga tersurat atau tersirat pada akhir teks.
b.
Nomor naskah
Naskah-naskah
yang tersimpan di perpustakaan atau museum diberi nomor, dan no-mor itu
dicantumkan juga dalam katalog naskah. Naskah-naskah koleksi pribadi biasanya
tidak diberi nomor. Cara penomoran naskah antara satu perpus dengan yang lain
biasanya tidak sama.
c.
Tempat penyimpanan naskah
Pada
umumnya naskah-naskah disimpan di perpustakaan, museum-museum yang menyimpan
naskah yang tersebar di Indonesia, kolektor naskah yang umumnya ada-lah koleksi
pribadi.
d.
Asal naskah
Yang
dimaksud asal naskah adalah dari mana naskah itu berasal, baik naskah yang
tersimpan sebagai koleksi umum di perpustakaan maupun sebagai milik atau
koleksi pribadi (Emuch Hermansoemantri, 1986: 11-15).
e.
Keadaan naskah
Yang
dimaksud keadaan naskah adalah keadaan wujud fisik naskah itu. Naskah yang dikategorikan
utuh adalah naskah yang keadaannya sempurna yaitu lengkap dalam arti tidak ada
lembaran yang hilang atau rusak. Sedangkan yang dikategorikan tidak utuh yaitu
naskah yang keadaannya tidak sempurna, tidak lengkap atau rusak. Ada lembaran
yang hilang.
f.
Ukuran naskah
Ukuran
naskah ada dua macam. Pertama yaitu ukuran lembaran naskah. Ukuran pan-jang dan
lebar naskah. Kedua yaitu ukuran ruang tulisan atau teks. Ukuran panjang dan
lebar teks pada suatu lembar atau halaman naskah.
g.
Tebal naskah
Yang
dimaksud tebal naskah adalah jumlah halaman atau lembaran naskah yang beri-si
teks atau yang ditulisi, sekalipun hanya satu baris atau satu kata saja.
h.
Jumlah baris per halaman
Yaitu
jumlah atau banyaknya baris atau larik teks pada setiap naskah. Banyak sedikit-nya
jumlah baris tiap halaman naskah ini berpautan dengan besar kecilnya ukuran
naskah, demikian sebaliknya. Yang dimaksud baris pada naskah yaitu deretan
huruf-huruf yang tertulis sejajar dengan arah ke lebarnya atau ke panjangnya
lembaran naskah.
i.
Huruf, aksara, tulisan
Hal
yang perlu dideskripsikan mengenai tulisan, huruf, atau aksara menyangkut,
jenis atau macam tulisan, ukuran huruf atau aksara, bentuk huruf, keadaan
tulisan, jarak antar huruf, bekas pena, warna tinta, dan pemakaian tanda baca.
j.
Cara penulisan
Pemakaian
lebaran naskah biasanya ditulis dengan dua model, yaitu penulisan satu muka dan
bolak-balik. Sebagian besar naskah Nusantara ditulis dengan cara bolak-balik
agar menghemat bahan. Kadang teks ditulis sejajar dengan lembaran naskah. Atau
ditulis arah ke panjangnya. Kadang ada juga naskah yang teksnya pada lembaran
tertentu ditulis memutar menyerupai spiral. Selain itu teks juga ditulis dengan
bentuk-bentuk tertentu yang mungkin merupakan simbol.
k.
Bahan naskah
Yang
dimaksud bahan naskah adalah sesuatu barang yang dipakai untuk menuliskan teks,
catatan-catatan, dan karangan. Bahan untuk naskah Nusantara biasanya lontar,
bambu, dluwang, dan kertas.
l.
Bahasa naskah
Naskah-naskah
Nusantara ditulis dalam berbagai bahasa, baik yang pernah hidup pada kurun
waktu tertentu maupun yang hidup dalam pemakaian bahasa ketika penulis ada.
Bahasa Jawa sendiri dibagi menjadi tiga yaitu bahasa Jawa Kuna, Jawa
Pertengahan, dan Jawa Baru atau klasik.
m.
Bentuk teks
Pada
naskah-naskah Nusantara terdapat tiga bentuk teks, yaitu prosa, puisi, dan
prosa berirama atau bisa disebut prosa liris. Naskah-naskah Nusantara tergolong
karya sastra hampir seluruhnya tergubah dalam bentuk puisi. Oleh karena itu,
secara kualita-tif, teks-teks yang bercorak puitik jumlahnya jauh melebihi
teks-teks prosa.
n.
Umur naskah
Naskah-naskah
Nusantara biasanya tidak menyebutkan waktu penulisan atau penya-linannya.
Dengan demikian umur naskah dapat ditelusuri dengan berlandaskan kete-rangan
dalam dan keterangan dari luar. Jika waktu penulisan atau penyalinan naskah
tidak diketahui secara pasti, biasanya umur naskah diklasifikasikan menjadi dua
go-longan, yaitu tua dan muda.
o.
Pengarang/penyalin
Identitas
pengarang atau nama pengarang/penyalin sekalipun naskah itu anonim, kita harus
bisa mencari siapa nama pengarangnya, kapan dibuat bisa berdasarkan ciri-ciri
tulisan, ciri-ciri bahasa, ciri-ciri bahan, isi naskah, dan sebagainya.
Informasi yang berkaitan dengan diri pengarang sangat berguna dalam
mengungkapkan hal-hal yang gelap yang sulit dipahami dalam karyanya. Bagaimana
kehidupannya, biografinya, pendidikan pengarang perlu diketahui sebagai sarana
untuk membuka tabir dalam rangka pemahaman hasil karya sastranya.
p.
Asal-usul naskah
Untuk
mengetahui asal-usul naskah bisa dibaca di katalog naskah, atau lewat pemilik
naskah. Memuat catatan kecil dengan mengadakan wawancara kepada pemilik
nas-kah, pustakawan dan sebagainya. Apabila kesulitan mencari naskah tersebut
termasuk ke dalam bagian mana, dari mana naskah itu berasal, maka dapat dibantu
dengan membaca katalog naskah.
q.
Fungsi sosial naskah
Dalam
kurun waktu tertentu, naskah mempunyai arti, fungsi, manfaat atau kegunaan
dalam hidup dan kehidupan masyarakat pencipta naskah dan sekaligus masyarakat
pemilik naskah itu. Apabila benar demikian, dapat dinyatakan bahwa sastra
sebagai suatu yang aktif dan berfungsi dalam masyarakat, baik dengan maksud
untuk pendidi-kan, upacara maupun untuk maksud hiburan.
r.
Ikhtisar teks
Dalam
membaca perlu membuat ikhtisar, ringkasan atau rangkuman isi teks dari suatu
naskah. Maksud pengemukaan ikhtisar ini untuk memudahkan pembaca atau peminat
agar memperoleh gambaran isi teks secara menyeluruh. Hal-hal yang perlu
diperhati-kan dalam menyusun ikhtisar yaitu rangkuman ditulis dalam bahasa yang
sesuai dengan bahasa yang dipakai untuk edisi. Ikhtisar hendaknya singkat dan
padat, tetapi data mencangkup keseluruhan isi teks. Bagian ikhtisar merupakan
gagasan, episode, atau hal-hal yang dianggap penting, misalnya peristiwa, nama
tokoh, nama tempat dengan menjelaskan nomor halaman atau bagian-bagian penting
yang terdapat di dalam naskah (Emuch Hermansoemantri, 1986:119).